Music

Jumat, 15 Mei 2020

Tentang Kita Yang adalah Satu



“Indah sekali...” hanya ini kalimat yang terlintas di kepalaku saat aku melihat semua pemandangan ini, sambil aku bernafas dalam-dalam. Sesekali aku merasakan sapuan angin di wajahku, sambil memejamkan mata aku menikmatinya.

***

Entah apa yang merasukiku hari ini. Aku meninggalkan kota untuk pergi sejenak melapas penat atau pun melepas sesak yang bahkan aku tidak tau itu ada di dalam diriku. Aku tidak tau tujuan ku, namun jiwaku menuntun aku untuk pergi melangkah. Tubuhku pun tanpa ragu mengikutinya.

Semakin jauh aku meninggalkan kota, dada ini rasanya semakin sesak. Entah sudah berapa lama aku berada di kota itu, dan entah sudah berapa lama aku bertegur sapa dengan banyak orang. Aku mulai merenungkannya, dan air mata ku jatuh perlahan.

“Aku kesepian
Jiwaku berteriak  memaksaku mengisi ruang kosong yang gelap jauh di dalam hatiku
Tapi, saat aku menelusurinya
Aku tidak menemukan tempat yang kosong itu
Perasaanku menjadi buta, sesaat...
Semakin ku cari, semakin aku menderita
Semakin jiwa ini meratap
Sakit...”

Jiwa ini memaksaku untuk terus berjalan, bahkan aku sendiri tidak tau sudah berapa lama waktu yang sudah ku habiskan di perjalanan ini.

“Hai jiwaku
Tenanglah engkau, berdamailah denganku
Jangan terus kau paksa tubuh ini...
Jika kau bisa berkata, bahasa yang ku mengerti
Katakanlah apa yang menjadi mau mu
Kau, aku dan tubuh ini adalah satu
Tidak bisakah saling berbagi
Tentang apa yang tumbuh di dalammu?”

Perjalanan ini sama sekali tidak membuat ku bosan. Seolah-olah aku semakin dekat dengan apa yang ku cari. Kantuk tidak bertemu denganku hari ini. Hal ini sungguh tidak biasa, karena aku tau sungguh jauhnya perjalanan yang sudah ku tempuh.

Jauh sudah jarak yang ku tempuh, dan aku coba berhenti sejenak. Ku ambil botol minumanku, dan aku memulai meminum airku seteguk demi seteguk perlahan. Pada tegukan yang ketiga tiba-tiba tangisku pecah. Aku terisak, nafasku kacau, air mataku tak dapat ku bendung. Aku tak bisa berkata-kata, selain hanya gigi yang menggertap.

“Tangis...
Mungkin kau adalah bahasa
Yang tidak ku mengerti
Tapi kau keluar...
Saat aku sedih maupun bahagia
Apa sebenarnya dirimu?
Mengapa kau terlahir dari emosi?”

“Arrrkkkkhhhhhhhhhh...” di sudut jalan yang sepi aku berteriak. Perjalanan ini sungguh membawaku masuk ke dalam sebuah dimensi yang tidak dapat ku lihat dan aku mengerti. “Apakah Tuhan menciptakan dimensi lain, dimensi yang hanya dimengerti rasa? Sungguhkah itu ada?”.

Aku tidak akan membuang waktuku, akan kulanjutkan perjalanan ini. Aku seka air mataku, dan aku berusaha mendapatkan irama nafasku kembali. “Hhhhhmmmm..... Hah...” ku tarik nafas ku dalam-dalam dan ku hembuskan dengan panjang.

Hari ini segera berakhir, gelap malam semakin pekat. Aku sudah sangat jauh dari garis start, dan tidak lama lagi aku akan menemukan finish-ku. Aku tidak tau, tapi sepertinya akan seperti itu.

Aku tidak pernah melihat bintang sebanyak ini sebelumnya. Aku kembali berhenti ditengah gelap malam yang pekat. Ya, hanya aku sendiri disini malam ini dibawah bintang-bintang. Bintang-bintang ini seolah menyaksikanku, mereka seolah memberikanku kekuatan. Dan satu hal yang ku sadari, tak selamanya perjalanan ini membawaku terhanyut dalam melonya perasaan.

“Ya,
Bintang pun bisa bercara
Ia bisa menjadi tawa
Bahkan membuat ku tertawa dengan celotehannya
Ya,
Celotehan bintang...
Ini terdengar gila, tapi ini tidak gila
Hanya kita yang tidak memahaminya
Sayang jika hanya menggambar bintang
Dan menciptakan imajinasi dari menggabungkannya, fantasi...
Ya,
Bintang berbicra malam ini padaku”

Fajar menyingsih warna keemasanya mulai muncul kembali. Aku sudah tiba ditempat ini sebelum fajar terjaga. Tempat ini begitu tinggi, dingin dan gelap saat aku tiba. Aku tidak tau dimana ini, dan apa yang ada di depanku, semuanya tidak terlihat jelas. Namun, cahaya fajar perlahan-lahan memperlihatkan tempat dimana aku berpijak. 

Aku begitu sabar hingga semuanya jelas. Hanya aku manusia disini saat ini, aku menyaksikan semua ini, “Indah sekali...”. Aku ditemani langit, awan, angin. Aku tepat berada dibawah pohon tua yang rindang dan tinggi. Selebihnya hanyalah rerumputan hijau terkadang ada juga yang warnanya keemasan, serata bukit-bukit yang berbaris di depan mataku.

Aku terseyum lama, bersama nyanyian burung pagi. Angin menggerakkan rambutku, seakan mengajak mataku bercanda dengan semua pemandangan ini. “Terlihat, tertutup, terlihat, tertutup...” mungkin angin akan berkata seperti itu.

“Jiwaku,
Membawa aku ke tempat yang tidak ku tuju
Dalam jalanku,
Jiwaku bercerita dalam tangisku
Teriak ku mebalas pesan bagi jiwaku
Berkali-kali aku mencoba berdamai,
Namun bintanglah yang menenangkanku
Kini fajar
Memperlihatkan tujuan jiwaku
Indah...”

Aku sekarang tau tujuan perjalanan ini. Jiwaku mengajak aku berlibur. Semuanya mengalir dari dalam, mengalir begitu saja. Ya, aku, jiwaku, dan tubuhku adalah satu. Hanya kamilah yang mengerti diri kami. Ya, saat ini aku sudah berteman dengan tubuh dan jiwaku. Aku tidak sendiri dalam perjalanan ini. Bahkan kali ini aku berteman dengan bintang dan fajar muda.

Lucu, tapi aku sudah memahaminya. Ini bukan tentang seberapa lama waktu yang sudah ku habiskan di kota tempat aku tinggal, dan ini bukan tentang seberapa banyak aku sudah bertegur sapa dengan orang-orang. Ini tentang waktu yang sudah ku berikan untuk aku, tubuh dan jiwaku.

“Kita mengerti satu sama lain
Walau kita tidak menggunakan bahasa yang sama
Kita memahami satu sama lain
Walau caranya berbeda
Namun, kita akan punya bahasa dan cara yang sama,
Saat kita sudah telalu lelah dan lupa tentang kita
Kapan terakhir kali kita luangkan waktu bersama?
Kita sadari kita melontarkan pertanyaan yang sama
Kembali...
Kita kembali mengenal lagi
Terimakasih untuk kita
Terimakasih untuk aku, jiwa dan tubuhku
Terimakasih untuk perjalan ini”

Karena kita tau cara mencintai kita, kita tau cara mencintai yang bukan kita.

SESUATU DI COTTAGE #4 (FINAL) - HILANG

Tak berdaya Tata hanya bisa pasrah. Dia tidak tau akan dibawa kemana. Tangisnya pecah hingga suara tangisnya pun tak bisa terdengar lagi. Ai...