Nama gue
Dion. Ini adalah kisah cinta gue, yang bermula dari kebodohan dan berujung pada
kepedihan. Kisah ini dimulai ketika gue tau, temen gue putus dengan pacarnya,
yang mana pacarnya itu juga adalah temen gue.
Waktu itu kita lagi ngumpul di coffee shop langganan gue sama temen-temen kalau
lagi nongkrong. Yah, kurang lebih ada enam orang termasuk gue. Catty temen gue
membuka pembicaraan di pertemuan kami sore itu, “Gila, gue kaget banget!
Ternyata si Terry ama si John selama ini pacaran diam-diam!”
“Hah? Serius lo?” sambung Jack.
“Lo, bukannya selama ini yang kita tau kalau si John itu ngejer-ngejer si
Ellen? Terang-terangan lagi di depan kita. Mana ngejernya pake gigi lima terus
lagi. Ya kan?” Nany menambahkan.
Pembicaraan mulai menarik. Selama ini gue udah filling kalau Terry dan John uda
pacaran. Karena keliatan banget, mereka itu sering banget bareng. Walau mereka
nggak cerita, ya gaya mereka emang kaya sepasang kekasih. Tapi, kabar yang di
bawa Catty, entah kenapa membuat gue sedikit senang. Yaudah, kita lanjutkan
dulu pembicaraan ini.
“Dan parahnya lagi, si Terry baru mutusin si John! Lu bayangin aja, pacaran
sama si Terry, eh di depan pacar sendiri ngejer cewek lain! Kan bangsat!” kata
Catty dengan penuh emosi.
“Ih parah deh!” kata Carl dan Elsa bersamaan.
“Ih kok lu , ngikut-ngikut gue! Iw…!!!” kata Carl dan Elsa masih bersamaan.
“Ya kita gak tau si mereka ada masalah apa! Yang penting sekarang mereka uda
putus, dan berharap putusnya hubungan mereka nggak sampe ngerusak komunitas
ini. Ya kan? Ya, baik Terry maupun John kan sama-sama temen kita.” tambah gue.
Malamnya gue gelisah banget. Setelah dengar kisah itu entah kenapa hati gue
seperti ada hasrat untuk coba hubungin Terry. Tapi keberanian gue masih hilang
timbul. Hingga akhirnya, gue tarik nafas dalam-dalam dan langsung pencet tombol
call.
“Tut… tut… tut…” jantung gue berdetak kenceng banget dan telapak tangan gue
mulai keringatan.
“Halo…” gue mendengar suara Terry, dan gue sesaat terdiam, sulit untuk berucap
sepatah kata pun.
“Dion... hallo dion….”
“Hallo Terry…” gue sekali lagi menarik nafas dan memberanikan diri untuk
bersuara.
“Ya Dion, tumben telfon? Ada apa?”
“Sorry, sorry. Nggak ganggu kan?”
“Enggak kok. Aku lagi santai.”
"Oh, kirain aku kamu uda tidur. Ternyata masih on."
"Hemmmm, kalau bagi aku si ini masi sore belum malam. Hahaha."
Pembicaraan gue dan Terry semakin menyenangkan. Yang awalnya gue hanya
basa-basi, berlanjut terus hingga kita bisa ketawa bareng. Dan sampai akhirnya
kita buat janji ketemuan. Ya, gue sama Terry buat janji ketemuan. Karena gue
pengen kenal dia lebih dalam. Dan saat ini kesempatan gue deketin dia, sebelum
keduluan sama yang lain.
Waktu terus berputar dan nggak kerasa ini hari dimana gue janjian ketemuan sama
Terry. Gue harus terlihat perfect. Gue harus tunjukkin pesona gue di depan
Terry. Jangan sampe penampilan gue buat dia ilfil sama gue. Gue harus kasi kesan
yang menawan.
Kalau biasanya cewek suka bingung mesti milih outfit yang mana, yaps cowok juga
ngalamin hal yang sama. Karena kita juga nggak mau ngecewain orang yang udah
luangin waktu buat kita. Apa lagi untuk orang yang sedang kita incer. Wajib
perfect dong.
Kali ini gue milih ketemuan di tempat berbeda. Masih coffe shop juga, tapi
bukan di tempat biasa kita nongkrong. Dan gue sengaja datang duluan, karena gue
takut nanti Terry datang lebih awal dan nungguin gue. Secara gue kan cowok, masa iya cewek nungguin cowok? Ya nggak sih?
Gue memilih tempat duduk di sudut ruangan persis di samping jendela. Sesaat gue
layangkan pandangan, gue lihat sosok bidadari dengan baju berwarna baby green.
Ya, Terry. Terry terlihat cantik dengan warna bajunya. Ditambah dengan bibirnya
yang merah dan matanya yang indah. Gila, gue terpesona dengan kecantikannya.
Nggak ada satupun yang bisa gue cela dari penampilannya. Perfect! Instrument yang diputar di coffe shop ini pun menyatu banget dengan auranya Terry hari ini. Suer, gue nggak bisa alihin pandangan gue.
"Hai Dion. Kamu nunggu lama ya? Maaf ya." kata Terry sembari
menempati tempat duduknya persis di depan gue.
"Nggak kok, aku aja yang datangnya kecepatan." Oh ya gue mesti kasi
tau ke kalian, kalau dari awal kenal dulu gue selalu panggi aku kamu ke Terry.
Ini bukan kali ini aja, tapi emang udah dari sebelum-belumnya juga. "Kamu
nggak nyasar kan ke sini?" sambung gue.
"Nggak kok. Jalanannya gampang dan tempat nya asyik." kata Terry.
"Anyway, kenapa ni kamu ajak aku ketemuan berdua aja? Biasanya kan pasti
selalu sama yang lain?" lanjut Terry.
Gue seketika bingung mendengar pertanyaan Terry. Gue nggak ngerti mesti
menjawab apa. Kalau gue to the point tanpa basa-basi ntar dia malah ilfil lagi
sama gue. Oh Lord, gue mesti jawab apa berikan gue petunjuk!!!!
"Dion... kok bengong?"
"Eh enggak. Ya jadi gini," bibir gue masi gemeteran menjawabnya.
"aku denger sih kisah kamu sama John. Aku prihatin. Tapi satu yang perlu
kamu tau, aku udah perhatiin kamu lama. Ya aku ingin kenal kamu lebih lagi
sebagai seorang pria dan wanita. Maaf mungkin ini membuat kamu kaget, karena
mungkin terlalu cepat buat kamu setelah apa yang barusan terjadi antara kamu
dan John, tapi ya ini tulus dari aku." Yes, akhirnya gue bisa nyelesaian
pertanyaan esay dari Terry. Heh.... lega deh gue sekarang. Tapi tanggapan Terry
gimana ya? Gue jadi bervous lagi.
"Ya aku sih sebenarnya masih belum stabil secara emosi. Masi gimana
gitulah, namanya juga kejadiannya baru banget. Tapi aku hargai niat baik kamu.
Karena aku pun nggak mau terlarut dalam kesedihan ini. Mungkin butuh waktu yang
lama buat aku. Tapi makasih ya, kamu uda mau jujur sama aku. Aku hargai persaan
kamu Dion."
Sejak hari itu gue sama Terry menjadi lebih dekat. Kita tiap hari chattingan,
telfonan, dan sesekali video call. Gue bener-bener bahagia banget. Gue nggak
nyangka respon Terry sebagus ini. Bener-bener semuanya berjalan lancar dan
mulus. Thanks God, gue nggak lupa rasanya mencintai.
Lanjut cerita hubungan kedekatan gue dan Terry pun tercium oleh temen-temen
gue. Kalau ada yang nanya, gue pasti akan jawab jujur. Karena bagi gue,
backstreet itu nggak baik. Kalau bukan cowoknya yang bangsat, ya ceweknya yang
bangsat. Gue nggak mau ngulang cerita kisah Terry dan John dulu yang
backstreetnya parah banget.
"Ping!" HP gue bunyi. Ada pesan singkat dari Catty.
"Dion, lu lagi dekat ya sama Terry?"
"Hi Cat. Iya ni." balas gue.
"Ya gue cuma mau bilang sama lu, Terry itu udah seperti adek kandung gue
sendiri. Gue nggak terima ketika John sakitin dia sampe segitunya."
"Then..."
"Gue harap lu jangan sakitin dia ya. Gue sih nggak ngelarang lu
dekat-dekat sama dia, tapi gue minta lu jaga hatinya."
"Thanks Cat. Gue bakal ingat pesan lu."
Ya beginilah kalau ngedeketin temen sendiri. Pasti banyak warning dan masukan
dari yang lain. Bahkan ada juga berupa ancaman. Intinya banyak banget pesen
yang mesti gue balas dan telfon yang mesti gue angkat sampai kepala gue pusing
sendiri. Hahahahaha... Ya, tapi niat gue baiklah. Jadi nggak ada yang perlu gue
khawatirkan
Gue makin hari merasa bahwa gue semakin mantap dengan Terry. Dan gue coba sharing
dengan temen cowok yang gue rasa paling dekat dengan gue dibanding yang lain.
Ya, gue ketemuan sama Carl, gue pengen sharing sama dia.
"Carl, menurut lu kalau gue jadian sama Terry gimana?" gue memulai
percakapan.
"Terry si baik, anaknya juga cantik. Tapi gue pengen nanya ni! Tapi lu
jangan marah ya? Janji lo ma gue!"
"Iya janji gue."
"Terry baik dan cantik, nah lu nya cowok bangsat nggak?" pertanyaan
Carl bikin gue ngakak.
"Gila lu! Ya nggak lah! Lu tau kan, gue cuma berdua sama nyokap. Dan gue
sayang sama nyokap gue. Dan kisah hidup gue yang berjuang untuk nyokap,
nunjukin kalau gue tu sangat menghormati wanita bro. Jadi nggak mungkin lah gue
macam-macam. Lu kira gue penjahat kelamin. Lu tu yang bangsat!
Hahahaha..."
"Itu kan nyokap! Ini cewek bro! Beda cerita. Gue smackdown juga lu!!"
"Gue tulus kok sama dia." lanjut gue. Dan sejenak kita berdua
mengheningkan cipta.
"Oke. Gue terima jawaban lu. Dan sekarang gue pengen bilang ya, si Terry
itu baru putus. Belum ada kali bro tiga minggu. Dan dia bisa cepet banget
dekat-dekat sama lu. Lu ajak kesini dia mau, lu ajak kesana dia mau.
Jangan-jangan lu ajak ml dia juga mau." Carl memberi jeda dalam
kata-katanya.
"Gini bro, menurut gue terlalu cepat buat dia move on. Secara dia sama
John itu sering banget bareng. Rumah juga dekat. Tiap kita ngumpul, pasti John
yang antar jemput Terry. Gue takutnya, lu cuma jadi alat tu cewe buat
manas-manasin John. Gue nggak mau nanti lu yang kecewa! Sakit bro ntar. Tapi
ini si tanggapin gue sebagain sohib lu ya. Untuk keputusan, gue tau lah lu tau
pilihan terbaik buat diri lu sendiri." lanjut Carl.
Apa yang diucapin sama Carl masuk akal. Tapi gue ngeliat bahwa Terry itu tulus
sama gue. Entah itu dia terlalu cepat move on dari John atau nggak, yang gue
lihat di matanya, dia tulus sama gue.
Hari-hari uda banyak berlalu, dan tanpa gue sadari udah dua minggu gue dekatin
Terry. Kita sering makan bareng, gue sering ngunjungin dia, kita jalan-jalan ke
dunia fantasi berdua, dan semua orang tau kita dekat.
Sampai akhirnya cerita mulai rumit. Terry yang tadinya block si John,
ngeunblock. Disana mulai ada celah untuk John dekatin Terry lagi.
Selang beberapa hari gue, Terry, Carl dan Catty liburan ke bareng ke Bandung.
Di Bandung, Carl yang emang doyan moto sering banget moto gue sama Terry. Dan
foto gue sama Terry dia post. Dilihat lah sama temen-temen, termasuk si John.
Panaslah itu si John melihat foto gue sama Terry.
Dan nggak lama setelah itu, Miki temen dekatnya John chatting Terry dan bilang,
"Selamat menempuh hidup baru ya Terry."
"Hidup baru apa?" balas Terry.
"Lo bukannya kamu uda jadian sama Dion?" sambung Miki.
"Nggak kok, belum."
"Oh belum, yaudah kalau gitu gue sama John susulin kalian ya dari Jakarta
ke Bandung. Tungguin kita."
Awalnya Terry rahasiain hal ini sama gue. Ya, tapi gelagatnya emang nggak bisa
disembunyiin. Ketika gue tanya dia chatingan sama siapa berkali-kali dan ada
apa, barulah dia ngaku. Dan kita semua langsung shock.
"Pokoknya, mereka nggak boleh bareng kita. Gue nggak mau ya! Kalau mereka mau
ke Bandung silahkan, tapi jangan bareng kita. Kita punya acara sendiri,
silahkan mereka bikin acara berdua." spontan Carl emosi.
Akhirnya Terry melakukan seperti apa yang di minta Carl. Dia minta sama Miki
supaya mereka jangan gabung, dengan alasan bahwa Terry dan gue lagi dekat.
Kejadian ini membuat gue nggak mau lama-lama lagi. Malam ini gue harus nembak
Terry. Pokoknya harus, supaya John dan Miki tau kalau saat ini Terry punyanya
gue.
Malam gue ajak Terry keluar keliling Bandung cuma berdua. Gue ajak dia ke Dago,
sambil menatap cahaya lampu kota yang indah seperti lautan bintang-bintang.
Gue ambil handphone gue dan gue putar sebuah video. Nggak lama melodi lagu Cant
Help Falling In Love dengan instrumen saxophone terdengar dengan indah dan
lembut.
"Eh ini kamu ya yang main?" kata Terry sambil nunjuk HP gue.
"Iya, itu aku."
"Wah keren banget. Jago banget kamu mainnya."
"Terry boleh nggak kamu liat aku." Suasana seketika berubah.
Sementara instrumen Cant Help Falling In Love masih terus berbunyi.
"Terry, aku nyaman banget di dekat kamu,"
Terry hanya diam dan terus menatap gue.
"Terry, mau nggak kamu jadi pacar aku? Aku cinta sama kamu. Aku mau
menjadikan kamu bagian dalam hidupku."
Terry terdiam sejenak, tapi dia terus menatap gue. Sepertinya dia butuh waktu
untuk meresponi pernyataan gue.
"Hei... Terry..." lanjut gue.
"Iya, aku mau." jawab Terry. "Aku juga juga nyaman di dekat
kamu. Tiap sama kamu aku tenang dan merasa hangat. Aku cinta sama kamu
Dion."
Spontan gue langsung meluk dia erat banget. Malam ini rasanya gue lah cowok
paling beruntung semultiverse. Gue cium keningnya dan gue kecup bibirnya yang
lembut.
"Aku punya sesuatu buat kamu. Aku pakaiin ya." gue pasangin kalung
putih dengan liontin Tinkerbell dilehernya. Karena memang Terry sangat suka
sama Tinkerbell.
Ya sekarang gue sama Terry uda official. Sekarang semua orang tau kalau gue
sama Terry sudah saling memiliki dan saling komitmen.
"Congratulation ya buat kalian." ucapan selamat banyak berdatangan
dari temen-temen kita. Sunghuh happy sekali gue. Akhirnya gue bisa merasakan
kembali gimana rasanya punya pacar setelah sekian lama gue nggak pernah pacaran
lagi.
Sehari setelah gue jadian. Gue melihat gelagat aneh dari Terry. Ya, ternyata
dia jadi intens chattingan dengan John. Padahal gue udah minta Terry untuk
block John kembali. Tapi dia nggak mau.
Setelah kita balik Jakarta, gue ngerasain ada yang aneh sama Terry. Ya,
ternyata hatinya bimbang lagi. Dia mulai mempertanyakan kembali siapa yang
cocok untuk dia, gue atau John.
Terus terang gue nggak terima dia menimbang-nimbang untuk milih gue atau John.
Gue nggak bisa kaya gini. Gue langsung susulin dia ke tempat kerjanya.
Sampainya di tempat kerja Terry, gue nunggu dia lama banget buat keluar. Tiga
puluh menit, satu jam, Terry masih belum nongol juga. Dan akhirnya setelah dua
jam gue menunggu Terry baru muncul.
"Jadi kamu gimana? Kita uda sama-sama komitmen lo untuk bangun hubungan
ini. Ini baru dua hari kita jadian, tapi kamu uda kaya gini. Ayolah, kembali ke
komitmen kita." kata gue tanpa basa-basi.
"Aku sayang sama kamu. Tapi aku jadi goyah. Dia bilang dia masih cinta,
sayang dan suka sama aku."
"Lalu gimana dengan aku..."
"Aku bingung. Tolong kasih aku waktu sebentar saja, buat aku dengar isi
hati aku..."
"Ayo... kembalilah ke komitmen kita saat kita bangun hubungan ini..."
Belum selesai gue bicara Terry ninggalin gue, karena temennya keburu datang dan
langsung narik tangannya tanpa ngomong apa-apa ke gue. Ya, gue ditinggalin
begitu aja tanpa ada kepastian. Dua jam gue nunggu dia keluar, tapi gak ada
sepuluh menit gue bareng sama dia.
Gue nggak bisa diginiin. Gue harus dapat kepastian. Dan gue mau banget hubungan
ini dipertahankan. Gue nggak mau kalah, gue mau perjuangin hubungin ini.
"Gue kan di awal uda kasi tau lu, uda wanti-wanti lu bro. Hati-hati sama
cewek, jangan sampai lu jadi alatnya buat manas-manasin mantannya." kata
Carl saat gue coba curhat via telfon.
Nggak lama setelah gue tektokan dengan Terry via chat, akhirnya gue dapat satu
jawaban.
"Dion, aku ternyata masi sayang sama John. John juga masi sayang sama aku.
Aku nggak tau kenapa, tapi ini hati aku. Maafin aku Dion, maafin aku." isi
chat Terry.
Gue kecewa banget. Bener gue pengen cekek itu si Terry. Sukses dia hancurin
hati gue, nyakitin gue sampai segininya. Belum juga seminggu, baru tiga hari
gue jadian sama dia, sekarang udah putus begitu aja. Sakitnya minta ampun.
Bener-bener ternyata Terry setega itu.
"Gapapa bro, ini masi di awal. Lebih baik berakhir sekarang dari pada
semakin banyak yang lu korbankan nantinya." kata Carl saat tau semua
kejadian ini.
"Gue uda duga si kalau John dan Terry pasti balikan. Dan gue uda tau John
itu pasti orang nggak bener. Buktinya ketika dia pacaran dulu sama Terry, dia
nggak ngakuin Terry. Untung gue nggak kemakan sama perlakuan manisnya si John.
Dion, lu orang baik, orang baik pasti akan dipertemukan dengan orang
baik." Ellen juga tiba-tiba chat gue saat tau keadaan ini.
Yah, pacaran sama temen sendiri. Dan ada dilingkungan yang sama dengan pacar,
bukan cuma jadian kalau putus pun nyebarnya cepat banget.
Yah gini lah kisah gue. Tentang gue yang berhasil dijadiin alat untuk
manas-manasin mantan. Harusnya gue memang harus lebih bersabar. Dan harusnya
gue mengenal lagi lebih dalam sebelum mengambil keputusan untuk menjalin
hubungan.
Semua ini bakal gue jadiin pelajaran dalam hidup gue. Buat kalian, cari cewe
jangan hanya karena cantiknya. Tapi kenali lebih lagi hatinya. Terry memang
cantik seperti bidadari. Tapi gue yakin, nggak lama lagi gue bakal dipertemukan
dengan seorang dewi.
-Sekian-