Music

Senin, 26 September 2022

SESUATU DI COTTAGE #4 (FINAL) - HILANG

Tak berdaya Tata hanya bisa pasrah. Dia tidak tau akan dibawa kemana. Tangisnya pecah hingga suara tangisnya pun tak bisa terdengar lagi. Air matanya terus mengalir tanpa henti. Mungkin dia akan terus menangis hingga air matanya mengering.

 

Terus dibawa pergi dan terus dibawa pergi, Tata pun tak sadarkan diri. Apakah dia akan bertahan, atau semua sudah berakhir sampai disini.

 

Perlahan kesadaran Tata mulai kembali. Dia mulai merasakan udara disekitarnya, dan dia merasakan dedauanan berada disekitar tempat dia terbaring. Dibukanya matanya secara perlahan. Dia mulai melihat pohon-pohon tinggi menjulang disekelilingnya, dan pohon-pohon itu sangat tinggi dan besar menutupi langit hingga langit nyaris tak terlihat. Ya, Tata berada ditengah hutan, dia bingung dan heran kenapa dia bisa ada disini saat ini. Apa yang akan terjadi?

 

Tata mencoba untuk bangun, namun dia tidak sanggup, dia terlalu lelah dan lemah. Dia mencoba untuk berbalik dan melihat ke arah sisi belakangnya. Dia terkejut, sosok hitam yang selama ini menjadi sumber ketakutannya berada tepat dibelakangnya. “A.........” dia berteriak sangat kencang. Dia panik, dia ingin pergi dan lari, namun dia tidak berdaya.

 

“Siapa kamu? Apa mau kamu?” sambung Tata dengan berteriak.

 

Makhluk itu tidak berkata-kata sedikit pun dan tidak terlihat ekspresi apapun diwajah sosok makhluk haib itu. Perlahan makhluk itu mendekati Tata. Bunyi langkah makhluk itu yang semakin dekat semakin mebuta Tata ketakutan,. Mencoba membela dirinya, tapi Tata hanya bisa melempari makhluk itu dengan dedaunan yang ada di sekitarnya. Sungguh, ketidak berdayaannya membuat hatinya semakin kecil.

 

Makhluk itu mulai membuat lingkaran disekitar Tata dan menggambarkan simbol-simbol aneh-aneh yang belum pernah dilihat oleh Tata. Semakin lama jelas terlihat, bahwa makhluk itu sedang membuat altar. Dan, Tata menjadi pusat dari altar itu.


 

Tak lama setelah altar selesai, tiba-tiba keadaan sekitar menjadi gelap, angin bertiup sangat kencang membuat pohon-pohon bergoyang dan daun-daunnya berguguran, bunyi gemuruh pun mulai terdengar. Altar itu bersinar dan memancarkan cahaya berwarna merah dan perkataan-perkataan Tata di masa lalu tentang keputus asaanya mulai terdengar...

“Gue capek.....”

“Kenapa semua orang selelalu nuntut gue?”

“Gue nggak sanggup...”

“Mati ajalah gue...”

“Gue kapok gue nggak mau lagi jatuh cinta...”

“Gue nggak butuh lagi teman kaya kalian....”

“Kalian jahat...”

“Nggak pernah ada kebaikan yang berpihak sama gue...”

“Apa aja yang gue lakuin selalu aja salah dimata kalian...”

 

Mendengar itu semua Tata merinding dan ketakutan. Sementara dia ketakutan tubuhnya semakin kesakitan. Tanpa disadari tubuhnya perlahan menghilang. Dia panik, tangisnya semakin kencang dan teriakannya tak terbendung.

 

Makhluk gaib itu mulai masuk kedalam altar itu. Disentuhnya kepala Tata, perlahan tubuh Tata terserap ke dalam tubuh makhluk itu hingga akhirnya, Tata sudah tak terlihat lagi. Ya Tata sudah menghilang.

 

Makhluk itu berteriak sangan kencang, dan tubungnya bersinar. Secara perlahan wujud makhluk itu berubah menjadi manusia. Ya, makhluk itu mengambil sosok Tata.

 

Siapakah makhluk itu? Mengapa dia mangambil wujud Tata? Lalu apa yang terjadi pada jiwa Tata. Tidak ada yang tau. Namun keputusaan Tata yang membawanya kepada semua ini. Keluhannya, ketakutannya memberi kekuatan kepada makhluk itu.

 

Tata sudah tidak ada. Bagaimana dengan mu? Mau berjuang atau berputus asa? Menerima atau memberontak?

 

 

---------------------------------------------------------TAMAT-----------------------------------------------------------------


 

Kamis, 15 September 2022

SESUATU DI COTTAGE #3 GELAP

 


“Na... na.... na....  hmmm.... na.... na.... na.... hmmm....” entah suara apa itu. Bunyinya terdengar seperti senandung yang sangat jauh dan menakutkan.

 

“Hmmm...... hmmm.....” senandung kembali terdengar. Suara itu terus berulang berkali-kali sangat tipis, dingin, jauh, namun mencekam dengan sangat nyata.

 

Tata dalam pingsannya secara perlahan mulai mendengar suara itu. Dia mencoba membuka matanya, dan saat dibukanya matanya, semuanya gelap dia tidak bisa melihat apapun.

 

“Na..... na.... na.....” suara itu terdengar terus oleh Tata tanpa henti. Semakin lama suara itu semakin dekat ditelinganya dan terdengar seperti orang yang berbisik.

 

“Tata....” suara itu menyebutkan nama Tata dan terdengar persis disamping telinganya.

 

“A......” Tata sontak berteriak ketakutan.

 

Tata ingin lari, tapi dia tidak bisa karena situasinya begitu gelap. Dia tidak bisa melihat apapun. Dia menangis, menangis dan terus menangis. Dia berkali-kali menghentikan tangisannya tapi dia tidak mampu.

 

Tata mencoba berpindah sambil mengesot, dia ketakutan. Saat dia menyentuh sesuatu sesekali dia berteriak karena dia tau apa yang disentuhnya. Kadang dia merasakan sesuatu yang sangat keras, sesuatu yang licin, kenyal, kesat, dan berbagai rasa permukaan benda yang membuatnya bertanya-tanya dalam ketakutannya. Dia mencoba mencari jalan dengan berbagai caranya, berharap menemukan setitik cahaya yang akan menuntunnya keluar dari kegelapan. Namun sama sekali tak didapatinya setitik cahaya pun. Tidak sama sekali.

 

“Sampai kapan aku harus mengalami hal-hal ini? Aku udah capek.” Keluh Tata dengan tangis yang tak kunjung henti.

 

Tata merasa sudah lelah, dis sudah berusaha menemukan jalan keluar di dalam pekatnya gelap namun tak satupun jalan  dia temukan. Putus asa, ya rasa putus asa mulai dia rasakan. Sejenak dia berhenti, dia terus menangis. Kali ini tangisnya tak terbendung lagi. Tangisannya makin pecah dan semakin kencang. “Tolong... tolong...” teriaknya dalam tangisannya.

 

“Tata.... Tata...” suara itu kembali terdengar. Mendengar suara itu tangisan Tata semakin kencang. Sesekali dia meronta dengan memukul-mukul dirinya sendiri.

 

“Tata...”

 

“A...............” Tata berteriak. “Siapa? Mau apa? A.............”

 

Suara itu sama sekali tidak menjawab. Namun tiba-tiba Tata merasakan sentuhan di pundak kirinya, sentuhan itu seperti belaian. Belaian yang seakan-akan siap merenggut hidupnya.

 

Sambil menahan nafas Tata coba meraih sosok yang menyentuhnya, namun dia tidak bisa meraihnya. Sentuhan itu seketika menghilang. Tak lama, sentuhan lain ia rasakan dibetisnya, Tata meraihnya kembali. Namun sentuhan itu hilang dan tak bisa dia raih. Lagi-lagi, dia tidak tau asal sentuhan itu. Semuanya menjadi teka-teki dalam tangis dan takutnya.

 

“Tata.... Tata....” suara itu lagi.

 

“Woiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii..... woiiiiii...................” teriak Tata dengan tangisan yang tak terbendung.

 

“Tok.. tok... tok...” terdengar suara ketukan pintu.  Ya, suara ketukan pintu yang mengawali semua hal-hal diluar nalar yang terjadi pada Tata.  Mendengar suara itu dia spontan berteriak sekencang-kencangnya “A...............”, suaranya menjadi serak karena terus berteriak dalam gelap dan ketakutannya.

 

“Tata....” suara yang memanggil nama Tata berganti-gantian dengan suara ketukan pintu, “Tok... tok... tok...”. Terus berulang dan terus berulang, membuat Tata semakin ketakutan dan frustasi.

 

“Tata.... tok... tok... tok...”

 

“Tata.... tok... tok... tok...”

 

Dia merasa bahwa dirinya sudah gila. Ketakutan yang dia rasakan dari kejadian aneh di luar nalar ini seakan mencoba mencuri semua akal sehatnya. Dia putus asa, dia sudah tidak tau lagi apa yang akan terjadi padanya seakan masa depannya selesai saat ini.

 

Seketika, semua suara itu berhenti dan menyisakan suara Tata yang sendang menagis. Terlentas dibenanknya, apakah ini sudah berakhir? Ya, dia berharap ini sudah selesai. Namun tiba-tiba...

 

“A.................” Tata berteriak kencang dan tangisnya langsung pecah. Tiba-tiba ada yang menyeretnya entah kemana, sosok seperti apa yang membawanya, dan apa yang akan terjadi padanya. Tata ingin berjuang, tapi keadaan membawanya menyerah.

 

“Tolong.........”

 

..........................................................................CONTINUE


Senin, 05 September 2022

SESUATU DI COTTAGE #2 SARAPAN



“Kring…Kring….Kring…” mendengar bunyi telfonTata bangun dari tidurnya yang tidak nyenyak dan berjalan meraih telfon dengan pandangan yang masih buram . “Ya, hallo…”jawab Tata.

“Dengan layanan kamar Bu. Sarapannya ingin diresto atau diantar?”

“Saya mau diantar saja.”

“Untuk menunya Bu?”

“Yang direkomendasikan dari pihak cottagenya aja ya mbak.”

“Baik Bu, ditunggu.”

Tata berjalan menuju cermin dan mencoba menatap dirinya. Kali ini tidak ada senyum yang terlihat sama sekali diwajahnya. Wajahnya begitu pucat tanpa ekspresi. Pagi ini dia terlihat seperti tidak ada gairah untuk menjalani hidup.

Kejadian semalam masih sangat melekat di benaknya. Dia bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Apa yang salah, dan apa yang telah diperbuat olehnya hingga kejadian tidak mengenakkan tersebut menimpanya.

Dia berjalan menuju kamar mandi, dan dia memandangi bathup tempat dia berendam. Pandangan dan pikirannya kosong. Kejadian semalam sungguh sudah sangat membuatnya shock dan telah merebut sukacita dari dirinya.

“Tok.. tok.. tok…” ada yang mengetuk pintu.

Seketika Tatan pun panik! Dalam pikirannya dia takut kejadian yang sama akan terulang kembali. Ya, melihat sosok hitam yang tak wajar. Sungguh sangat menyeramkan. Dia mengambil tekad untuk mencoba melawan rasa takutnya walau itu sangat berat. Dengan penuh kewaspadaan didekatinya pintu. Dia mulai meraih gagang pintu. Dan seketika....

“.............................” hening. Suara ketukan pintu tidak terdengar lagi.

Seketika perasaannya menjadi lega dan dia segera mengambil nafas dalam-dalam untuk mengalirkan kembali oksigen kedalam dirinya yang sempat terhenti sesaat dikarenakan ketakutannya. Untuk sesaat dia merasa aman dari makhluk yang dia lihat semalam, spontan dia pun duduk di lantai lalu terbaring dengan lega.

Tapi....

“Tok... tok... tok...” suara ketukan pintu itu kembali muncul.

Tata kembali panik. Spontan dia langsung terbangun dan berdiri. Dia hanya menatap pintu dengan penuh ketakutan dan menelan ludahnya.

“Tok... tok... tok...!!! Tok... tok... tok...!!!” suaranya semakin kuat. Namun, Tata masih belum juga membuka pintu.

“Tok... tok... tok...!!! Tok... tok... tok...!!!”

Keringat mulai mengucur disekujur tubuhnya. Dia menelan ludah. Dia panik. Tapi dia tidak mau terdiam segera dia harus melawan rasa takutnya dan dibukanya pintu.

“Selamat pagi Bu Tata, ini sarapannya.” ternyata yang datang pelayan cottage untuk mengantar sarapan.

Seketika Tata menjadi lega, nafasnya yang terhenti kembali lancar. Namun tak bisa dipungkiri tubunya basah karena keringat.

 “Terimakasih ya mbak.” Katanya.

“Sama-sama Bu Tata. Nanti setelah selesai tempat makanannya bisa di taruh di depan kamar saja ya Bu. Petugas kami akan membersihkannya.”

“Oh ok.”

“Bu, sedang sakit? Bu Tata terlihat pucat.” lanjut pelayan cottage.

“Nggak apa-apa. I’m fine.”

Tata menikmati makanan di atas tempat tidurnya. Makanan yang dia nikmati terlihat begitu lezat, dan kelezatannya menambah sedikit kebahagiaannya hari itu.

“Eeeerrkkk....” Tata bersendawa. “Enak banget ni makanan, setidaknya ini bisa menghibur gue lah.” lanjutnya.

Tata selesai makan, dan meletakkan bekas peralatan makannya diluar ruangannya. Sambil bersenandung kecil dia kembali masuk ke ruangan, menutup pintu dan rebahan.

“Hah...lega banget...” katanya sambil menghela nafas.

“Tok.. tok.. tok...” tiba-tiba pintu kembali berbunyi.

“Aduh apa lagi ya? Lama-lama gue jadi parno kalau ada orang yang ngetuk pintu.” kata Tata.

Tata kembali membuka pintu dan sesuatu yang membuatnya heran terjadi, “Selamat pagi Bu Tata, ini sarapannya.” kata pelayanan cottage yang sama dengan yang membawakan sarapan pertama kali.

“Lo bukannya tadi udah ya Mbak?”

“Belum, saya belum antar apa-apa.”

Tata bingung, dengan sedikit linglung Tata mengambil makanannya, “Yauda mbak sini saya ambil”.

Tata meletakkan makanan itu di meja yang ada disamping tempat tidurnya. Dia memandang terus kearah makanan itu. Tapi tidak dilihatnya hal yang aneh pada makanan itu. Akhirnya diraihnya makanan itu dan dinikmatinya kembali.

“Yauda, gue makan aja. Anggap aja gue lagi beruntung dapat dua prosi.” kata Tata sambil melanjutkan makannya.

Belum selesai Tata makan, “Tok... tok... tok....” suara ketukan pintu kembali terdengar. Tapi bedanya kali ini Tata sama sekali tidak merasa panik dan curiga.

“Tu kan gue bilang apa, tadi sarapannya uda dikasi. Pasti ini mau diminta lagi. Haduh haduh... mana uda gue icip-icip lagi.” kata Tata.

“Selamat Pagi Bu Tata, ini sarapannya....” lagi-lagi pelayanan yang sama terlihat membawa sarapan saat Tata membuka pintu.

“Uda kok mbak sarapannya...” jawab Tata dengan penuh rasa heran.

Pelayan itu tidak mejawab apa-apa. Dia meraih tangan Tata dan langsung meletakkan makanannya di tangan Tata dan langsung pergi.

Tata masuk dan menutup pintu kamarnya kembali. “Yaampun... ini ada apa ya. Kayanya ini cottage nggak bener deh.” Dia mulai merasa merinding.

“Tok... tok... tok....”

“Aduh ya ampun... ini apa lagi. Nggak habis habis deh.” Langsung Tata membuka pintu.

“Selamat pagi Bu Tata, ini sarapannya....” lagi-lagi pelayan yang sama.

“Mbak lagi ngerjain saya ya. Ini makanan yang keempat yang diantar ke saya lo. Tuh mbak liat aja.” Kata Tata sambil menunjuk makanan yang sudah diterimanya.

“Ambil aja Bu.” sambung pelayan tersebut.

“Saya nggak bisa makan semuanya. Lihat itu masi banyak. Di tangan saya juga ada.”

“Ini sarapannya Bu...” tiba-tiba pelayan tersebut berubah menajdi sosok hitam yang dilihat Tata semalam. “Ini sarapannya Bu.... Hahahaha...” kata pelayan yang sudag berubah menjadi monster tersbut dengan suara yang menyeramkan.

“A..........!!!” spontan Tata berteriak dan menutup pintu. Dia ketakutan, dia panik, dia terkejut. Dalam kepalanya dia bertanya-tanya ini tempat apa. Dia datang kesini untuk liburan bukan untuk ditakut-takuti oleh setan.

Tiba-tiba Tata mual, dia segera menuju kamar mandi dan muntah di closet. Dia muntah begitu banyak sampai menyiksanya. Saat dia melihat muntahnya, muntahnya penuh dengan belatung yang berlendir dan muntahnya sangat bauk.

Tata menangis karena kesakitan dan ketakutan. “Hiksss....hiksss...hikssss....” dia menangis tersedu-sedu. Dadanya sesak dan sesekali dia berteriak menahan semuanya ini. Dia sepertinya sudat tidak tahan lagi dengan semua yang dialaminya, dia pun pingsan.

------------------------------------------------------------------------------------------CONTINUE

 

Selasa, 30 Agustus 2022

SESUATU DI COTTAGE #1 MIMPI


Alam yang sangat hijau, kicauan burung-burung, udara yang segar, tenang,jauh dari hingar bingar perkotaan, mungkin itulah sebagian kata-kata yang tepat untuk menggambarkan suasana tempat keberadaan Tata saat ini. Kehidupan yang begitu keras membawanya untuk istirahat sejenak dari hingar bingar perkotaan dan melakukan staycation disebuah resort yang jauh dari perkotaan. Ya, disebuah desa pegunungan yang belum pernah dikunjunginya sebelumnya.

Setelah melakukan check in Tata diantar menuju kamarnya yang berdinding kayu, berlantai batu alam yang sangat indah, dan jendela yang besar menambah indahnya suasana staycation kali ini. Dibaringkannya badannya ditempat tidur yang empuk sambil menatap langit-langit yang dihiasi oleh lampu yang antik. Perjalanan yang sangat panjang dari kota, dan nyamannya kamar membuat Tata tertidur tanpa sengaja.

Tanpa terasa hari sudah malam Tata terbangun. Dia lanjut menuju kamar mandi dan mandi dengan tenang di bathup. Dia sangat menikmati berendam dengan wewangian aroma terapi dari sabun yang disediakan penginapannya.

“Tok.. tok… tok…” terdengar suara seperti ada yang mengetuk pintu kamarnya.

“Ada yang ngetok? Akh kayanya salah dengar deh.” Kata Tata dalam hati.

“Tok… tok … tok…” suara itu terdengar lagi.

“Siapa ya? Pelayan hotel?” lanjut Tata sambil bangun dari bathup. Dia mengambil kimono dan berjalan menuju pintu. Dia buka pintunya, “Ret….” dan saat dia melihat keluar tidak ada satu orang pun.

“Duh, siapa si yang iseng.Lagi enak-enaknya berendam juga.”

Tata menutup dan mengunci pintu kembali. Dia berpikir untuk kembali lanjut berendam, saat dia membalikkan badan. Tiba-tiba ada sosok hitam yang sama-samar yang membuat dia kanget, “Aaaa…….!!!” Teriak Tata.

Dan…

Tiba-tiba Tata terbangun dari tempat tidurnya dengan pakaian yang sama seperti saat dia datang dan tertidur. Dia bermimpi. “Ya Tuhan, ternyata mimpi.” katanya.

Dia bangun dari tidurnya dan dia menyusun dan merapikan barang-barang bawaannya. Setelah itu dia bercermin dan menyisir rambutnya dengan jari. Dia melihat dirinya di cermin sambil sesekali tersenyum melihat dirinya yang begitu rupawan.

Dia masuk menuju kamar mandi dan berendam di bathup dengan air yang hangat dan aroma terapi yang memanjakan. “Hmm… hmm… hmm….” Tata bersenandung sambil membasuh kulitnya yang halus. Sesekali dia memainkan busa dan meniup busa yang ada ditangannya.

“Tok… tok… tok…” Tata mendengar suara seperti ada yang mengetuk.

Seketika perasaannya jadi aneh. “Ini dejavu?” pikirnya. Tanpa pikir panjang dia langsung keluar dari bathup, memakai kimono dan menuju pintu kamarnya. Tapi kali ini dia berjalan sangat pelan dan hati-hati. Rasa takut dan cemas mulai terlihat dari raut wajahnya.

“Ret…..” Tata membuka pintu pelan-pelan. Dia memastikan tidak ada yang masuk ke dalam kamar saat dia membuka pintu. Saat melihat keluar, dia tidak mendapati siapa pun. Perlahan dia menutup pintu dan berjalan mundur. Secara perlahan dia menoleh kebelakang.

Dan…

Saat dia menoleh, tidak ada siapa-siapa. Seketika dia menghela nafas karena lega. “Yaampun, gue kira bakal sama kaya yang dimimpi. Syukurlah!”

Spontan Tata memutar kembali badannya ke arah pintu. Dan tiba-tiba…. Ada sosok hitam dan langsung memeluknya.

“Aaaaaaa……….” Tata berteriak.

Dan Tata terjaga diatas tempat tidurnya dengan baju dan tumpukan barang yang sama dengan pada saat dia datang dan tertidur. Nafasnya menjadi cepat, jantungnya berpacu sangat kuat. Dia sangat gelisah dan mulai berpikir yang macam-macam. Dia melihat jam, didapatinya waktu terus berjalan saat dia terjaga pada mimpi sebelumnya.

Tubuh Tata mulai mengeluarkan keringat dingin. Dia hanya bisa bernafas cepat sambil memandang langit-langit. Dan kali ini, dia memilih menutup matanya dan melanjutkan tidurnya. Walau dia pasti tidak akan bisa tidur pulas.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Continue


 

Jumat, 19 Agustus 2022

BUKAN DEMI ANDRE


“Lu, jangan macam-macam ya! Berani-beraninya lu WA-WAan sama cowok gue! Gatel lu ya!” kata Miranda yang langsung melabrak Susan di perpustakaan sekolah.

“Maaf ada apa ya? Saya nggak kenal kamu.” Balas Susan.

“Oh nggak kenal? Bener nggak kenal?” Miranda terlihat panas dan penuh emosi. “Oke kenalin gue Miranda, pacarnya Andre! Pacarnya, Andre!!”

“Oh, pacarnya Andre yang suka ngatur-ngatur itu?” balas Susan dengan sedikit senyuman sinis. “Jadi ini yang namanya Miranda. Gue kira cantik banget minta ampun, ternyata…”

“Heh! Lu jangan kurangajar ya! Lu dekatin cowok orang! Sadar gak si lu?”

“Ya, gue emang dekat sama Andre. Andre juga nyaman sama gue. Lagian lu juga belum menikah kan sama dia, tunangan pun nggak! Ya setelah lihat lu secara langsung, gue ngerti kenapa Andre gak betah dekat sama lu!”

Miranda hanya melotot dan tak bisa berkata apa-apa mendengar semua ocehan Susan. Dia kehabisan kata-kata.

“Ya wajarlah cowo lu berpaling ke lain hati, kalau ceweknya model begini. Berasa uda perfect ya bun, ngatur-ngatur cowonya. Hahahaha…”

“Diam lu!” Miranda langsung menjambak Susan. Dia mengambil sepatunya dan menyumpel mulut Susan.

Susan yang merasa terpojok tidak bisa tinggal diam, dia memberikan perlawanan. Ya, mereka berdua mengeluarkan semua jurus yang mereka imajinasikan secara spontan. Pertarungan begitu sengit, siswa-siswi yang lain tidak mampu menghentikan mereka. Keadaan yang begitu runyam malah dimaanfaatkan untuk mengupdate status dan mengadakan live di sosmed.

Tak lama tibalah puncak pertarungan, “krek…krek…” baju keduanya robek dan kanjing baju mereka berdua lepas semua. Mereka tidak mengenakan kaos dalam alhasil asset mereka terlihat kemana-mana. Demi menutupi aset masing-masing mereka melawan ego dan saling berpelukan.

Ternyata Andre ada disana, melihat semua itu dia hanya bisa geleng-geleng kepala dan meninggalkan lokasi.

“Andre…………..” teriak Miranda dan Susan kompak.


--Tamat--


 

Sabtu, 29 Januari 2022

TENTANG DION

 


Nama gue Dion. Ini adalah kisah cinta gue, yang bermula dari kebodohan dan berujung pada kepedihan. Kisah ini dimulai ketika gue tau, temen gue putus dengan pacarnya, yang mana pacarnya itu juga adalah temen gue.

Waktu itu kita lagi ngumpul di coffee shop langganan gue sama temen-temen kalau lagi nongkrong. Yah, kurang lebih ada enam orang termasuk gue. Catty temen gue membuka pembicaraan di pertemuan kami sore itu, “Gila, gue kaget banget! Ternyata si Terry ama si John selama ini pacaran diam-diam!”

“Hah? Serius lo?” sambung Jack.

“Lo, bukannya selama ini yang kita tau kalau si John itu ngejer-ngejer si Ellen? Terang-terangan lagi di depan kita. Mana ngejernya pake gigi lima terus lagi. Ya kan?” Nany menambahkan.

Pembicaraan mulai menarik. Selama ini gue udah filling kalau Terry dan John uda pacaran. Karena keliatan banget, mereka itu sering banget bareng. Walau mereka nggak cerita, ya gaya mereka emang kaya sepasang kekasih. Tapi, kabar yang di bawa Catty, entah kenapa membuat gue sedikit senang. Yaudah, kita lanjutkan dulu pembicaraan ini.

“Dan parahnya lagi, si Terry baru mutusin si John! Lu bayangin aja, pacaran sama si Terry, eh di depan pacar sendiri ngejer cewek lain! Kan bangsat!” kata Catty dengan penuh emosi.

“Ih parah deh!” kata Carl dan Elsa bersamaan.

“Ih kok lu , ngikut-ngikut gue! Iw…!!!” kata Carl dan Elsa masih bersamaan.

“Ya kita gak tau si mereka ada masalah apa! Yang penting sekarang mereka uda putus, dan berharap putusnya hubungan mereka nggak sampe ngerusak komunitas ini. Ya kan? Ya, baik Terry maupun John kan sama-sama temen kita.” tambah gue.

Malamnya gue gelisah banget. Setelah dengar kisah itu entah kenapa hati gue seperti ada hasrat untuk coba hubungin Terry. Tapi keberanian gue masih hilang timbul. Hingga akhirnya, gue tarik nafas dalam-dalam dan langsung pencet tombol call.

“Tut… tut… tut…” jantung gue berdetak kenceng banget dan telapak tangan gue mulai keringatan.

“Halo…” gue mendengar suara Terry, dan gue sesaat terdiam, sulit untuk berucap sepatah kata pun.

“Dion... hallo dion….”

“Hallo Terry…” gue sekali lagi menarik nafas dan memberanikan diri untuk bersuara.

“Ya Dion, tumben telfon? Ada apa?”

“Sorry, sorry. Nggak ganggu kan?”

“Enggak kok. Aku lagi santai.”

"Oh, kirain aku kamu uda tidur. Ternyata masih on."

"Hemmmm, kalau bagi aku si ini masi sore belum malam. Hahaha."

Pembicaraan gue dan Terry semakin menyenangkan. Yang awalnya gue hanya basa-basi, berlanjut terus hingga kita bisa ketawa bareng. Dan sampai akhirnya kita buat janji ketemuan. Ya, gue sama Terry buat janji ketemuan. Karena gue pengen kenal dia lebih dalam. Dan saat ini kesempatan gue deketin dia, sebelum keduluan sama yang lain.

Waktu terus berputar dan nggak kerasa ini hari dimana gue janjian ketemuan sama Terry. Gue harus terlihat perfect. Gue harus tunjukkin pesona gue di depan Terry. Jangan sampe penampilan gue buat dia ilfil sama gue. Gue harus kasi kesan yang menawan.

Kalau biasanya cewek suka bingung mesti milih outfit yang mana, yaps cowok juga ngalamin hal yang sama. Karena kita juga nggak mau ngecewain orang yang udah luangin waktu buat kita. Apa lagi untuk orang yang sedang kita incer. Wajib perfect dong.

Kali ini gue milih ketemuan di tempat berbeda. Masih coffe shop juga, tapi bukan di tempat biasa kita nongkrong. Dan gue sengaja datang duluan, karena gue takut nanti Terry datang lebih awal dan nungguin gue. Secara gue kan cowok, masa iya cewek nungguin cowok? Ya nggak sih?

Gue memilih tempat duduk di sudut ruangan persis di samping jendela. Sesaat gue layangkan pandangan, gue lihat sosok bidadari dengan baju berwarna baby green. Ya, Terry. Terry terlihat cantik dengan warna bajunya. Ditambah dengan bibirnya yang merah dan matanya yang indah. Gila, gue terpesona dengan kecantikannya. Nggak ada satupun yang bisa gue cela dari penampilannya. Perfect! Instrument yang diputar di coffe shop ini pun menyatu banget dengan auranya Terry hari ini. Suer, gue nggak bisa alihin pandangan gue.

"Hai Dion. Kamu nunggu lama ya? Maaf ya." kata Terry sembari menempati tempat duduknya persis di depan gue.

"Nggak kok, aku aja yang datangnya kecepatan." Oh ya gue mesti kasi tau ke kalian, kalau dari awal kenal dulu gue selalu panggi aku kamu ke Terry. Ini bukan kali ini aja, tapi emang udah dari sebelum-belumnya juga. "Kamu nggak nyasar kan ke sini?" sambung gue.

"Nggak kok. Jalanannya gampang dan tempat nya asyik." kata Terry. "Anyway, kenapa ni kamu ajak aku ketemuan berdua aja? Biasanya kan pasti selalu sama yang lain?" lanjut Terry.

Gue seketika bingung mendengar pertanyaan Terry. Gue nggak ngerti mesti menjawab apa. Kalau gue to the point tanpa basa-basi ntar dia malah ilfil lagi sama gue. Oh Lord, gue mesti jawab apa berikan gue petunjuk!!!!

"Dion... kok bengong?"

"Eh enggak. Ya jadi gini," bibir gue masi gemeteran menjawabnya. "aku denger sih kisah kamu sama John. Aku prihatin. Tapi satu yang perlu kamu tau, aku udah perhatiin kamu lama. Ya aku ingin kenal kamu lebih lagi sebagai seorang pria dan wanita. Maaf mungkin ini membuat kamu kaget, karena mungkin terlalu cepat buat kamu setelah apa yang barusan terjadi antara kamu dan John, tapi ya ini tulus dari aku." Yes, akhirnya gue bisa nyelesaian pertanyaan esay dari Terry. Heh.... lega deh gue sekarang. Tapi tanggapan Terry gimana ya? Gue jadi bervous lagi.

"Ya aku sih sebenarnya masih belum stabil secara emosi. Masi gimana gitulah, namanya juga kejadiannya baru banget. Tapi aku hargai niat baik kamu. Karena aku pun nggak mau terlarut dalam kesedihan ini. Mungkin butuh waktu yang lama buat aku. Tapi makasih ya, kamu uda mau jujur sama aku. Aku hargai persaan kamu Dion."

Sejak hari itu gue sama Terry menjadi lebih dekat. Kita tiap hari chattingan, telfonan, dan sesekali video call. Gue bener-bener bahagia banget. Gue nggak nyangka respon Terry sebagus ini. Bener-bener semuanya berjalan lancar dan mulus. Thanks God, gue nggak lupa rasanya mencintai.

Lanjut cerita hubungan kedekatan gue dan Terry pun tercium oleh temen-temen gue. Kalau ada yang nanya, gue pasti akan jawab jujur. Karena bagi gue, backstreet itu nggak baik. Kalau bukan cowoknya yang bangsat, ya ceweknya yang bangsat. Gue nggak mau ngulang cerita kisah Terry dan John dulu yang backstreetnya parah banget.

"Ping!" HP gue bunyi. Ada pesan singkat dari Catty.

"Dion, lu lagi dekat ya sama Terry?"

"Hi Cat. Iya ni." balas gue.

"Ya gue cuma mau bilang sama lu, Terry itu udah seperti adek kandung gue sendiri. Gue nggak terima ketika John sakitin dia sampe segitunya."

"Then..."

"Gue harap lu jangan sakitin dia ya. Gue sih nggak ngelarang lu dekat-dekat sama dia, tapi gue minta lu jaga hatinya."

"Thanks Cat. Gue bakal ingat pesan lu."

Ya beginilah kalau ngedeketin temen sendiri. Pasti banyak warning dan masukan dari yang lain. Bahkan ada juga berupa ancaman. Intinya banyak banget pesen yang mesti gue balas dan telfon yang mesti gue angkat sampai kepala gue pusing sendiri. Hahahahaha... Ya, tapi niat gue baiklah. Jadi nggak ada yang perlu gue khawatirkan

Gue makin hari merasa bahwa gue semakin mantap dengan Terry. Dan gue coba sharing dengan temen cowok yang gue rasa paling dekat dengan gue dibanding yang lain. Ya, gue ketemuan sama Carl, gue pengen sharing sama dia.

"Carl, menurut lu kalau gue jadian sama Terry gimana?" gue memulai percakapan.

"Terry si baik, anaknya juga cantik. Tapi gue pengen nanya ni! Tapi lu jangan marah ya? Janji lo ma gue!"

"Iya janji gue."

"Terry baik dan cantik, nah lu nya cowok bangsat nggak?" pertanyaan Carl bikin gue ngakak.

"Gila lu! Ya nggak lah! Lu tau kan, gue cuma berdua sama nyokap. Dan gue sayang sama nyokap gue. Dan kisah hidup gue yang berjuang untuk nyokap, nunjukin kalau gue tu sangat menghormati wanita bro. Jadi nggak mungkin lah gue macam-macam. Lu kira gue penjahat kelamin. Lu tu yang bangsat! Hahahaha..."

"Itu kan nyokap! Ini cewek bro! Beda cerita. Gue smackdown juga lu!!"

"Gue tulus kok sama dia." lanjut gue. Dan sejenak kita berdua mengheningkan cipta.

"Oke. Gue terima jawaban lu. Dan sekarang gue pengen bilang ya, si Terry itu baru putus. Belum ada kali bro tiga minggu. Dan dia bisa cepet banget dekat-dekat sama lu. Lu ajak kesini dia mau, lu ajak kesana dia mau. Jangan-jangan lu ajak ml dia juga mau." Carl memberi jeda dalam kata-katanya.

"Gini bro, menurut gue terlalu cepat buat dia move on. Secara dia sama John itu sering banget bareng. Rumah juga dekat. Tiap kita ngumpul, pasti John yang antar jemput Terry. Gue takutnya, lu cuma jadi alat tu cewe buat manas-manasin John. Gue nggak mau nanti lu yang kecewa! Sakit bro ntar. Tapi ini si tanggapin gue sebagain sohib lu ya. Untuk keputusan, gue tau lah lu tau pilihan terbaik buat diri lu sendiri." lanjut Carl.

Apa yang diucapin sama Carl masuk akal. Tapi gue ngeliat bahwa Terry itu tulus sama gue. Entah itu dia terlalu cepat move on dari John atau nggak, yang gue lihat di matanya, dia tulus sama gue.

Hari-hari uda banyak berlalu, dan tanpa gue sadari udah dua minggu gue dekatin Terry. Kita sering makan bareng, gue sering ngunjungin dia, kita jalan-jalan ke dunia fantasi berdua, dan semua orang tau kita dekat.

Sampai akhirnya cerita mulai rumit. Terry yang tadinya block si John, ngeunblock. Disana mulai ada celah untuk John dekatin Terry lagi.

Selang beberapa hari gue, Terry, Carl dan Catty liburan ke bareng ke Bandung. Di Bandung, Carl yang emang doyan moto sering banget moto gue sama Terry. Dan foto gue sama Terry dia post. Dilihat lah sama temen-temen, termasuk si John. Panaslah itu si John melihat foto gue sama Terry.

Dan nggak lama setelah itu, Miki temen dekatnya John chatting Terry dan bilang, "Selamat menempuh hidup baru ya Terry."

"Hidup baru apa?" balas Terry.

"Lo bukannya kamu uda jadian sama Dion?" sambung Miki.

"Nggak kok, belum."

"Oh belum, yaudah kalau gitu gue sama John susulin kalian ya dari Jakarta ke Bandung. Tungguin kita."

Awalnya Terry rahasiain hal ini sama gue. Ya, tapi gelagatnya emang nggak bisa disembunyiin. Ketika gue tanya dia chatingan sama siapa berkali-kali dan ada apa, barulah dia ngaku. Dan kita semua langsung shock.

"Pokoknya, mereka nggak boleh bareng kita. Gue nggak mau ya! Kalau mereka mau ke Bandung silahkan, tapi jangan bareng kita. Kita punya acara sendiri, silahkan mereka bikin acara berdua." spontan Carl emosi.

Akhirnya Terry melakukan seperti apa yang di minta Carl. Dia minta sama Miki supaya mereka jangan gabung, dengan alasan bahwa Terry dan gue lagi dekat.

Kejadian ini membuat gue nggak mau lama-lama lagi. Malam ini gue harus nembak Terry. Pokoknya harus, supaya John dan Miki tau kalau saat ini Terry punyanya gue.

Malam gue ajak Terry keluar keliling Bandung cuma berdua. Gue ajak dia ke Dago, sambil menatap cahaya lampu kota yang indah seperti lautan bintang-bintang.

Gue ambil handphone gue dan gue putar sebuah video. Nggak lama melodi lagu Cant Help Falling In Love dengan instrumen saxophone terdengar dengan indah dan lembut.

"Eh ini kamu ya yang main?" kata Terry sambil nunjuk HP gue.

"Iya, itu aku."

"Wah keren banget. Jago banget kamu mainnya."

"Terry boleh nggak kamu liat aku." Suasana seketika berubah. Sementara instrumen Cant Help Falling In Love masih terus berbunyi. "Terry, aku nyaman banget di dekat kamu,"

Terry hanya diam dan terus menatap gue.

"Terry, mau nggak kamu jadi pacar aku? Aku cinta sama kamu. Aku mau menjadikan kamu bagian dalam hidupku."

Terry terdiam sejenak, tapi dia terus menatap gue. Sepertinya dia butuh waktu untuk meresponi pernyataan gue.

"Hei... Terry..." lanjut gue.

"Iya, aku mau." jawab Terry. "Aku juga juga nyaman di dekat kamu. Tiap sama kamu aku tenang dan merasa hangat. Aku cinta sama kamu Dion."

Spontan gue langsung meluk dia erat banget. Malam ini rasanya gue lah cowok paling beruntung semultiverse. Gue cium keningnya dan gue kecup bibirnya yang lembut.

"Aku punya sesuatu buat kamu. Aku pakaiin ya." gue pasangin kalung putih dengan liontin Tinkerbell dilehernya. Karena memang Terry sangat suka sama Tinkerbell.

Ya sekarang gue sama Terry uda official. Sekarang semua orang tau kalau gue sama Terry sudah saling memiliki dan saling komitmen.

"Congratulation ya buat kalian." ucapan selamat banyak berdatangan dari temen-temen kita. Sunghuh happy sekali gue. Akhirnya gue bisa merasakan kembali gimana rasanya punya pacar setelah sekian lama gue nggak pernah pacaran lagi.

Sehari setelah gue jadian. Gue melihat gelagat aneh dari Terry. Ya, ternyata dia jadi intens chattingan dengan John. Padahal gue udah minta Terry untuk block John kembali. Tapi dia nggak mau.

Setelah kita balik Jakarta, gue ngerasain ada yang aneh sama Terry. Ya, ternyata hatinya bimbang lagi. Dia mulai mempertanyakan kembali siapa yang cocok untuk dia, gue atau John.

Terus terang gue nggak terima dia menimbang-nimbang untuk milih gue atau John. Gue nggak bisa kaya gini. Gue langsung susulin dia ke tempat kerjanya.

Sampainya di tempat kerja Terry, gue nunggu dia lama banget buat keluar. Tiga puluh menit, satu jam, Terry masih belum nongol juga. Dan akhirnya setelah dua jam gue menunggu Terry baru muncul.

"Jadi kamu gimana? Kita uda sama-sama komitmen lo untuk bangun hubungan ini. Ini baru dua hari kita jadian, tapi kamu uda kaya gini. Ayolah, kembali ke komitmen kita." kata gue tanpa basa-basi.

"Aku sayang sama kamu. Tapi aku jadi goyah. Dia bilang dia masih cinta, sayang dan suka sama aku."

"Lalu gimana dengan aku..."

"Aku bingung. Tolong kasih aku waktu sebentar saja, buat aku dengar isi hati aku..."

"Ayo... kembalilah ke komitmen kita saat kita bangun hubungan ini..."

Belum selesai gue bicara Terry ninggalin gue, karena temennya keburu datang dan langsung narik tangannya tanpa ngomong apa-apa ke gue. Ya, gue ditinggalin begitu aja tanpa ada kepastian. Dua jam gue nunggu dia keluar, tapi gak ada sepuluh menit gue bareng sama dia.

Gue nggak bisa diginiin. Gue harus dapat kepastian. Dan gue mau banget hubungan ini dipertahankan. Gue nggak mau kalah, gue mau perjuangin hubungin ini.

"Gue kan di awal uda kasi tau lu, uda wanti-wanti lu bro. Hati-hati sama cewek, jangan sampai lu jadi alatnya buat manas-manasin mantannya." kata Carl saat gue coba curhat via telfon.

Nggak lama setelah gue tektokan dengan Terry via chat, akhirnya gue dapat satu jawaban.

"Dion, aku ternyata masi sayang sama John. John juga masi sayang sama aku. Aku nggak tau kenapa, tapi ini hati aku. Maafin aku Dion, maafin aku." isi chat Terry.

Gue kecewa banget. Bener gue pengen cekek itu si Terry. Sukses dia hancurin hati gue, nyakitin gue sampai segininya. Belum juga seminggu, baru tiga hari gue jadian sama dia, sekarang udah putus begitu aja. Sakitnya minta ampun. Bener-bener ternyata Terry setega itu.

"Gapapa bro, ini masi di awal. Lebih baik berakhir sekarang dari pada semakin banyak yang lu korbankan nantinya." kata Carl saat tau semua kejadian ini.

"Gue uda duga si kalau John dan Terry pasti balikan. Dan gue uda tau John itu pasti orang nggak bener. Buktinya ketika dia pacaran dulu sama Terry, dia nggak ngakuin Terry. Untung gue nggak kemakan sama perlakuan manisnya si John. Dion, lu orang baik, orang baik pasti akan dipertemukan dengan orang baik." Ellen juga tiba-tiba chat gue saat tau keadaan ini.

Yah, pacaran sama temen sendiri. Dan ada dilingkungan yang sama dengan pacar, bukan cuma jadian kalau putus pun nyebarnya cepat banget.

Yah gini lah kisah gue. Tentang gue yang berhasil dijadiin alat untuk manas-manasin mantan. Harusnya gue memang harus lebih bersabar. Dan harusnya gue mengenal lagi lebih dalam sebelum mengambil keputusan untuk menjalin hubungan.

Semua ini bakal gue jadiin pelajaran dalam hidup gue. Buat kalian, cari cewe jangan hanya karena cantiknya. Tapi kenali lebih lagi hatinya. Terry memang cantik seperti bidadari. Tapi gue yakin, nggak lama lagi gue bakal dipertemukan dengan seorang dewi.

-Sekian-

Kamis, 23 Juli 2020

YA DAN TIDAK, GEREJA SETAN






Saat Ini

“Ruangan ini sekarang terasa berbeda. Tidak seperti dulu.” kata Valentina sambil terus meraba seluruh permukaan dinding kamar No. 13 Kosan 332415. Ya, sebuah nama kostan yang aneh dan entah apa maknanya.

“Bu, kenapa nama kostan ini adalah 332415?” lanjut Valentina yang sangat penasaran.

“Saya kurang tau Mbak, katanya itu nomor keberuntungan pemiliknya. Dulu menang lotre nomornya 332415 Mbak.” jawab Sri sang penjanga kos.

Valentina adalah penguhuni kamar No. 14 di Kostan 332415. Sudah dua bulan dia tinggal di kostan ini. Namun, beberapa hari belakangan dia merasakan aura yang aneh di kamar tersebut. Ya, kamar itu sudah tidak dihuni sekitar dua minggu dan tidak ada yang tau apa yang terjadi pada penghuninya. Padahal kamar tersebut masih penuh dengan barang-barang penghuni dan sudah dibayar hingga enam bulan ke depan.


15 Jam Sebelumnya

Hari ini pukul 03.00 WIB tanggal 06 Mei 2020 terdengar suara yang aneh dari kamar No. 13. Valentina terbangun dari tidurnya, dan mencoba mendengar suara itu melalui dinding.

“Nyi…….kessssssss……. a………” suara yang samar-samar terdengar seperti itu.

Valentina kaget. Dia ketakutan. Perlahan dia coba mendengar lagi, dan suara yang sama masih terdengar.

Valentina keluar kamar dan menuju ke kamar No. 12, “Luna, Luna, Lun…” katanya sambil mengetuk pintu.

“Kenapa Na, lu ke kamar gue subuh-subuh begini? Gue masi ngantuk tau. Baru tidur jam satu pagi. Lagi nanggung gue mimpinya ni. Mimpi oppa-oppa ganteng lagi.” jawab Luna sambil membuka pintu dengan kondisi setengah sadar.

“Lu nggak dengar apa-apa dari kamar No. 13?” Tanya Valentina.

“Nggak tu, lu ngigo kali Na. Kan ini jam orang masi pada ngimpi juga.”

“Gue serius. Lu tau kan gua indigo. Nggak mungkin gue main-main.” Lanjutnya. “Coba deh lu dengar.”

Luna mencoba mendengar dari dinding. Sesaat suasana menjadi hening. Dan sesaat setelahnya, “Nggak kedengaran apa-apa. Lu ngingo kali Na. Mending lu tidur lagi aja, gue mau lanjut mimpiin oppa-oppa ganteng.” sambung Luna.

“Lun, gue srius. Gua nggak ngigo. Coba deh lu dengarin lagi Lun. Buka mata batin Lu dan fokus. Sama apus iler lu. Please Lun!”

“Iya deh nyai Valentina, gue coba sekali lagi ya. Gue apus juga ni iler oppa ganteng gue” Luna kembali mencoba mendengarkan. Kali ini dia memejamkan matanya dan coba membuka mata batinnya. Dan kemudian, dia mendengar suara itu.

“Ada kan?” kata Valentina.

“Ini ada yang nggak beres Na. Kita harus buka tu kamar besok malam. Harus.” sambung Luna dengan wajah yang serius.

“Tu kan Na apa gue bilang. Ya udah, kalau emang gitu besok gue bilang Bu Sri.”

Tiba-tiba Luna muntah. Muntahnya berwarna hitam pekat dan kental. “Luna lu kenapa? Lu nggak apa-apa kan?” tanya Valentina dengan wajah cemas.

“Nggak apa-apa, gue fine.” Kata Luna. Sejenak dia mencoba memejamkan matanya dan menghela nafas. “Ini ada yang nggak beres. Ada kekuatan gelap, yang sangat kuat dari kamar sebelah. Tapi kita harus tetap tenang, jangan sampe membuat penghuni yang lain panik. Besok kita juga ajak Irene, untuk cari tau apa yang terjadi. Karena kita perlu kemampuan dia untuk melihat.”


Kembali Ke Saat Ini

“Irene, lu liat apa?” tanya Luna.

“Ini berat, gue masih coba untuk liat kedalam. Bantu gue Lun, kekuatan gue nggak cukup.” Sambung Irene yang sedang duduk bersila di dalam kamar No. 13 layaknya seorang petapa.

Luna kemudian ikut bersila dibelakang Irene, dan memegang kedua pundak Irene. Suasana berubah menjadi sangat mistis dan lampu mulai kedap kedip.

Hidung Irene pun perlahan mengeluarkan darah, badannya gemetaran. Sementara Luna mulai tidak kuat, dia mulai batuk-batuk dan kembali mengeluarkan muntah hitam, tapi dia masih terus berjuang membantu Irene.

Mereka berdua mulai kehilangan keseimbangan dan kehilangan fokus. Setelah mencoba dengan keras, Irene dan Luna sudah tidak kuat lagi dan mereka terpental. Hidung mereka berdua berdarah. Irene masi terbilang kuat tapi Luna sangat lemas.

“Kalian nggak apa-apa? Jangan di paksa. Kita nggak mesti lakuin ini. Gue nggak mau sampe kita kenapa-kenapa” Kata Valentina.

Sri hanya melihat apa yang terjadi, dia mengepalkan tangannya dengan kuat. Sepertinya memang ada sesuatu yang disembunyikan di kostan ini.

“Bu Kasi tau saya sekarang. Kenapa kostan ini namanya 332415? Ini bukan Cuma sekedar nomor keberuntungan kan Bu?” tanya Irene yang masih terluka dengan tegas.

“Saya sudah sampaikan semuanya Non. Hanya itu yang saya tau.” jawab Sri yang terus saja mencoba bungkam.

“Bu, jujur saja Cuma kita kok yang tau.” lanjut Valentina sambil memeluk Luna yang masih lemas tergeletak.

Sri hanya diam dan tidak mau menyampaikan apa-apa. Dia bersih keras sudah menyampaikan semuanya.

“Jadi Ren, apa yang lu lihat?” lanjut Valentina.

Irene bangkit berdiri dan menyeka darah dihidungnya. Dia menuju jendela dan menatap ke luar. “Kamar ini adalah tempatnya, dan nama kost ini adalah intinya.” lanjut Irene.

“Maksud lu apa Ren?” lanjut Valentina penasaran.

“Gue juga lihat semuanya Na, kostan ini parah. Benar-benar parah. Penuh kuasa gelap.” sambung Luna dengan suara yang lemah. “Bu Sri, sekarang jujur saja apa sebenarnya kostan ini dan tempat apa kamar ini.”

“Benar Non, saya tidak tau apa-apa.” Sri terus saja mengelak.

“Kostan ini hanyalah tameng, untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Kostan ini berdiri diatas tempat pemujaan setan, atau yang biasanya kita kenal sebagai gereja setan.” kata Irene.

“Apa Ren, gereja setan?” Valentina kaget.

“Benar Na, gue liat semuanya. Persis seperti yang dibilang Irene.” sambung Luna.

“Yaampun, kita semua kan jarang ke gereja dan jarang beribadah. Gimana dong ini?” lanjut Valentina.

“Dan kamar ini adalah tempat persembahan.” sambung Iren. “332415, maknanya adalah 666. Ya, angka pengikut setan. Itulah kost ini.”

Tiba-tiba sesosok wanita paruh baya datang di depan pintu, “Jadi kalian semua sudah tau. Kalau begitu tidak ada lagi yang perlu ditutupi.”

“Nyonya Frederica. “ sambung Sri. Ya Frederika, adalah pemilik kostan yang sekalian adalah pendeta agung di gereja setan ini.

“Siapa saja yang tanya kostan, dan dia terlihat cocok untuk menjadi persembahan untuk tuan Lucifer yang agung, akan ku arahkan ke kamar ini. Dan akan ku persembahkan.” kata Frederica dengan pelan tetapi tajam. “Kalian adalah orang-orang berbakat, akan lebih hebat lagi jika kalian bergabung bersama kami. Ayo ikut aku.”

Entah bagaimana caranya, tiba-tiba mereka sudah berada di aula gereja setan. Valentina, Luna dan Irene sangat takut dan kebingungan. Mereka belum pernah berhadapan dengan kekuatan sebesar ini.

Gereja setan, dialtarnya ada salib terbalik dan ada meja persembahan yang dilapisi kain hitam didepannya. Di lantainya ada lambang bintang terbalik yang di lingkari, ya bintang terbalik ini terlihat seperti kepala kambing lambang kegelapan.

Valentina, Luna dan Irene tepat berada di lingkaran bintang terbalik itu. ”Kenapa Bu Frederika membawa kami ke mari? Ibu nggak nanya kita dulu.” Kata Irene dengan tegas dan berani.

“Kalian mau bergabung, atau kalian akan mendapat ganjaran?” lanjut Frederika. “Jika kalian bergabung, celupkan darah kalian pada cawan emas yang ada diatas meja persembahan itu. Kemudian kalian akan menjadi sangat kuat lebih dari yang sekarang, hidup selamanya dan tak merasakan kematian, dan kalian akan kaya. Penawaran yang sempurna.”

“Maaf ya Bu, gue gak sudi jadi abdi setan. Rendah banget hidup gue kalau jadi abdi setan.” jawab Valentina lancang.

Tiba-tiba, Frederika mengeluarkan pedang dan menebas leher Valentina sampai putus. Darahnya tersembur kemana-mana. Luna dan Irene kaget dan tidak dapat berkata apa-apa. Ya, tepat di depan mata mereka sahabat yang dicinta tewas mengenaskan.

“Itulah yang akan terjadi jika kalian menolak. Tapi kalau kalian bergabung, hadiah yang kalian dapatkan. Tidak ada kerugian, yang ada hanyalah keuntungan.” Lanjut Frederica sambil menjilat darah Valentina yang tertinggal dipedangnya.

“Gue ikut.” Luna pun meneteskan darahnya ke cawan itu. Kemudian dia berdiri disamping Frederica, dan tersenyum untuk apa yang sudah dia pilih.

Irene bimbang, dan disatu sisi dia tidak mau mati. Tapi dia tidak mau jadi pengikut setan. Pilihan Luna juga membuatnya sedikit terpengaruh. Sesekali dia coba melangkah kea rah cawan itu, namun langkahnya terhenti lagi.

“Non jangan ragu Non, ikut saja.” Sambung Sri.

Sejenak Irene terdiam. “Gue… Gue…  nggak mau! Mendingan gue mati!” Irene mengeuarkan belati di sakunya dan meusuk lehernya sendiri. Tragis, seketika dia pun tewas.

“Sungguh malang teman-temanmu Luna. Dan untuk mu selamat datang. Pilihanmu sungguh amat tepat sayang.” kata Frederika.

Kemudian sosok malaikat bersayap hitam dan sangat elok parasnya turun ke dalam gereja setan itu dan menyambut Luna, “Welcome permaisuriku.”

-SELESAI-

SESUATU DI COTTAGE #4 (FINAL) - HILANG

Tak berdaya Tata hanya bisa pasrah. Dia tidak tau akan dibawa kemana. Tangisnya pecah hingga suara tangisnya pun tak bisa terdengar lagi. Ai...