“Na...
na.... na.... hmmm.... na.... na....
na.... hmmm....” entah suara apa itu. Bunyinya terdengar seperti senandung yang
sangat jauh dan menakutkan.
“Hmmm......
hmmm.....” senandung kembali terdengar. Suara itu terus berulang berkali-kali
sangat tipis, dingin, jauh, namun mencekam dengan sangat nyata.
Tata
dalam pingsannya secara perlahan mulai mendengar suara itu. Dia mencoba membuka
matanya, dan saat dibukanya matanya, semuanya gelap dia tidak bisa melihat
apapun.
“Na.....
na.... na.....” suara itu terdengar terus oleh Tata tanpa henti. Semakin lama
suara itu semakin dekat ditelinganya dan terdengar seperti orang yang berbisik.
“Tata....”
suara itu menyebutkan nama Tata dan terdengar persis disamping telinganya.
“A......”
Tata sontak berteriak ketakutan.
Tata
ingin lari, tapi dia tidak bisa karena situasinya begitu gelap. Dia tidak bisa
melihat apapun. Dia menangis, menangis dan terus menangis. Dia berkali-kali
menghentikan tangisannya tapi dia tidak mampu.
Tata
mencoba berpindah sambil mengesot, dia ketakutan. Saat dia menyentuh sesuatu
sesekali dia berteriak karena dia tau apa yang disentuhnya. Kadang dia
merasakan sesuatu yang sangat keras, sesuatu yang licin, kenyal, kesat, dan berbagai
rasa permukaan benda yang membuatnya bertanya-tanya dalam ketakutannya. Dia mencoba
mencari jalan dengan berbagai caranya, berharap menemukan setitik cahaya yang
akan menuntunnya keluar dari kegelapan. Namun sama sekali tak didapatinya
setitik cahaya pun. Tidak sama sekali.
“Sampai
kapan aku harus mengalami hal-hal ini? Aku udah capek.” Keluh Tata dengan tangis
yang tak kunjung henti.
Tata
merasa sudah lelah, dis sudah berusaha menemukan jalan keluar di dalam pekatnya
gelap namun tak satupun jalan dia
temukan. Putus asa, ya rasa putus asa mulai dia rasakan. Sejenak dia berhenti,
dia terus menangis. Kali ini tangisnya tak terbendung lagi. Tangisannya makin
pecah dan semakin kencang. “Tolong... tolong...” teriaknya dalam tangisannya.
“Tata....
Tata...” suara itu kembali terdengar. Mendengar suara itu tangisan Tata semakin
kencang. Sesekali dia meronta dengan memukul-mukul dirinya sendiri.
“Tata...”
“A...............”
Tata berteriak. “Siapa? Mau apa? A.............”
Suara
itu sama sekali tidak menjawab. Namun tiba-tiba Tata merasakan sentuhan di
pundak kirinya, sentuhan itu seperti belaian. Belaian yang seakan-akan siap
merenggut hidupnya.
Sambil
menahan nafas Tata coba meraih sosok yang menyentuhnya, namun dia tidak bisa
meraihnya. Sentuhan itu seketika menghilang. Tak lama, sentuhan lain ia rasakan
dibetisnya, Tata meraihnya kembali. Namun sentuhan itu hilang dan tak bisa dia
raih. Lagi-lagi, dia tidak tau asal sentuhan itu. Semuanya menjadi teka-teki
dalam tangis dan takutnya.
“Tata....
Tata....” suara itu lagi.
“Woiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii.....
woiiiiii...................” teriak Tata dengan tangisan yang tak terbendung.
“Tok..
tok... tok...” terdengar suara ketukan pintu.
Ya, suara ketukan pintu yang mengawali semua hal-hal diluar nalar yang
terjadi pada Tata. Mendengar suara itu
dia spontan berteriak sekencang-kencangnya “A...............”, suaranya menjadi
serak karena terus berteriak dalam gelap dan ketakutannya.
“Tata....”
suara yang memanggil nama Tata berganti-gantian dengan suara ketukan pintu, “Tok...
tok... tok...”. Terus berulang dan terus berulang, membuat Tata semakin
ketakutan dan frustasi.
“Tata....
tok... tok... tok...”
“Tata....
tok... tok... tok...”
Dia
merasa bahwa dirinya sudah gila. Ketakutan yang dia rasakan dari kejadian aneh
di luar nalar ini seakan mencoba mencuri semua akal sehatnya. Dia putus asa,
dia sudah tidak tau lagi apa yang akan terjadi padanya seakan masa depannya
selesai saat ini.
Seketika,
semua suara itu berhenti dan menyisakan suara Tata yang sendang menagis. Terlentas
dibenanknya, apakah ini sudah berakhir? Ya, dia berharap ini sudah selesai.
Namun tiba-tiba...
“A.................”
Tata berteriak kencang dan tangisnya langsung pecah. Tiba-tiba ada yang
menyeretnya entah kemana, sosok seperti apa yang membawanya, dan apa yang akan
terjadi padanya. Tata ingin berjuang, tapi keadaan membawanya menyerah.
“Tolong.........”
..........................................................................CONTINUE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar