Saat Ini
“Ruangan ini sekarang terasa
berbeda. Tidak seperti dulu.” kata Valentina sambil terus meraba seluruh
permukaan dinding kamar No. 13 Kosan 332415. Ya, sebuah nama kostan yang aneh
dan entah apa maknanya.
“Bu, kenapa nama kostan ini
adalah 332415?” lanjut Valentina yang sangat penasaran.
“Saya kurang tau Mbak, katanya
itu nomor keberuntungan pemiliknya. Dulu menang lotre nomornya 332415 Mbak.” jawab
Sri sang penjanga kos.
Valentina adalah penguhuni kamar
No. 14 di Kostan 332415. Sudah dua bulan dia tinggal di kostan ini. Namun,
beberapa hari belakangan dia merasakan aura yang aneh di kamar tersebut. Ya,
kamar itu sudah tidak dihuni sekitar dua minggu dan tidak ada yang tau apa yang
terjadi pada penghuninya. Padahal kamar tersebut masih penuh dengan
barang-barang penghuni dan sudah dibayar hingga enam bulan ke depan.
15 Jam Sebelumnya
Hari ini pukul 03.00 WIB tanggal
06 Mei 2020 terdengar suara yang aneh dari kamar No. 13. Valentina terbangun
dari tidurnya, dan mencoba mendengar suara itu melalui dinding.
“Nyi…….kessssssss……. a………” suara
yang samar-samar terdengar seperti itu.
Valentina kaget. Dia ketakutan.
Perlahan dia coba mendengar lagi, dan suara yang sama masih terdengar.
Valentina keluar kamar dan menuju
ke kamar No. 12, “Luna, Luna, Lun…” katanya sambil mengetuk pintu.
“Kenapa Na, lu ke kamar gue subuh-subuh
begini? Gue masi ngantuk tau. Baru tidur jam satu pagi. Lagi nanggung gue
mimpinya ni. Mimpi oppa-oppa ganteng lagi.” jawab Luna sambil membuka pintu
dengan kondisi setengah sadar.
“Lu nggak dengar apa-apa dari
kamar No. 13?” Tanya Valentina.
“Nggak tu, lu ngigo kali Na. Kan
ini jam orang masi pada ngimpi juga.”
“Gue serius. Lu tau kan gua
indigo. Nggak mungkin gue main-main.” Lanjutnya. “Coba deh lu dengar.”
Luna mencoba mendengar dari
dinding. Sesaat suasana menjadi hening. Dan sesaat setelahnya, “Nggak
kedengaran apa-apa. Lu ngingo kali Na. Mending lu tidur lagi aja, gue mau
lanjut mimpiin oppa-oppa ganteng.” sambung Luna.
“Lun, gue srius. Gua nggak ngigo.
Coba deh lu dengarin lagi Lun. Buka mata batin Lu dan fokus. Sama apus iler lu.
Please Lun!”
“Iya deh nyai Valentina, gue coba
sekali lagi ya. Gue apus juga ni iler oppa ganteng gue” Luna kembali mencoba
mendengarkan. Kali ini dia memejamkan matanya dan coba membuka mata batinnya.
Dan kemudian, dia mendengar suara itu.
“Ada kan?” kata Valentina.
“Ini ada yang nggak beres Na.
Kita harus buka tu kamar besok malam. Harus.” sambung Luna dengan wajah yang
serius.
“Tu kan Na apa gue bilang. Ya
udah, kalau emang gitu besok gue bilang Bu Sri.”
Tiba-tiba Luna muntah. Muntahnya
berwarna hitam pekat dan kental. “Luna lu kenapa? Lu nggak apa-apa kan?” tanya
Valentina dengan wajah cemas.
“Nggak apa-apa, gue fine.” Kata Luna.
Sejenak dia mencoba memejamkan matanya dan menghela nafas. “Ini ada yang nggak
beres. Ada kekuatan gelap, yang sangat kuat dari kamar sebelah. Tapi kita harus
tetap tenang, jangan sampe membuat penghuni yang lain panik. Besok kita juga
ajak Irene, untuk cari tau apa yang terjadi. Karena kita perlu kemampuan dia
untuk melihat.”
Kembali Ke Saat Ini
“Irene, lu liat apa?” tanya Luna.
“Ini berat, gue masih coba untuk
liat kedalam. Bantu gue Lun, kekuatan gue nggak cukup.” Sambung Irene yang
sedang duduk bersila di dalam kamar No. 13 layaknya seorang petapa.
Luna kemudian ikut bersila
dibelakang Irene, dan memegang kedua pundak Irene. Suasana berubah menjadi
sangat mistis dan lampu mulai kedap kedip.
Hidung Irene pun perlahan mengeluarkan
darah, badannya gemetaran. Sementara Luna mulai tidak kuat, dia mulai
batuk-batuk dan kembali mengeluarkan muntah hitam, tapi dia masih terus
berjuang membantu Irene.
Mereka berdua mulai kehilangan
keseimbangan dan kehilangan fokus. Setelah mencoba dengan keras, Irene dan Luna
sudah tidak kuat lagi dan mereka terpental. Hidung mereka berdua berdarah.
Irene masi terbilang kuat tapi Luna sangat lemas.
“Kalian nggak apa-apa? Jangan di
paksa. Kita nggak mesti lakuin ini. Gue nggak mau sampe kita kenapa-kenapa” Kata
Valentina.
Sri hanya melihat apa yang
terjadi, dia mengepalkan tangannya dengan kuat. Sepertinya memang ada sesuatu
yang disembunyikan di kostan ini.
“Bu Kasi tau saya sekarang.
Kenapa kostan ini namanya 332415? Ini bukan Cuma sekedar nomor keberuntungan
kan Bu?” tanya Irene yang masih terluka dengan tegas.
“Saya sudah sampaikan semuanya
Non. Hanya itu yang saya tau.” jawab Sri yang terus saja mencoba bungkam.
“Bu, jujur saja Cuma kita kok
yang tau.” lanjut Valentina sambil memeluk Luna yang masih lemas tergeletak.
Sri hanya diam dan tidak mau
menyampaikan apa-apa. Dia bersih keras sudah menyampaikan semuanya.
“Jadi Ren, apa yang lu lihat?”
lanjut Valentina.
Irene bangkit berdiri dan menyeka
darah dihidungnya. Dia menuju jendela dan menatap ke luar. “Kamar ini adalah
tempatnya, dan nama kost ini adalah intinya.” lanjut Irene.
“Maksud lu apa Ren?” lanjut
Valentina penasaran.
“Gue juga lihat semuanya Na, kostan
ini parah. Benar-benar parah. Penuh kuasa gelap.” sambung Luna dengan suara
yang lemah. “Bu Sri, sekarang jujur saja apa sebenarnya kostan ini dan tempat
apa kamar ini.”
“Benar Non, saya tidak tau
apa-apa.” Sri terus saja mengelak.
“Kostan ini hanyalah tameng,
untuk menutupi apa yang sebenarnya terjadi. Kostan ini berdiri diatas tempat
pemujaan setan, atau yang biasanya kita kenal sebagai gereja setan.” kata
Irene.
“Apa Ren, gereja setan?”
Valentina kaget.
“Benar Na, gue liat semuanya.
Persis seperti yang dibilang Irene.” sambung Luna.
“Yaampun, kita semua kan jarang
ke gereja dan jarang beribadah. Gimana dong ini?” lanjut Valentina.
“Dan kamar ini adalah tempat
persembahan.” sambung Iren. “332415, maknanya adalah 666. Ya, angka pengikut
setan. Itulah kost ini.”
Tiba-tiba sesosok wanita paruh
baya datang di depan pintu, “Jadi kalian semua sudah tau. Kalau begitu tidak
ada lagi yang perlu ditutupi.”
“Nyonya Frederica. “ sambung Sri.
Ya Frederika, adalah pemilik kostan yang sekalian adalah pendeta agung di
gereja setan ini.
“Siapa saja yang tanya kostan,
dan dia terlihat cocok untuk menjadi persembahan untuk tuan Lucifer yang agung,
akan ku arahkan ke kamar ini. Dan akan ku persembahkan.” kata Frederica dengan
pelan tetapi tajam. “Kalian adalah orang-orang berbakat, akan lebih hebat lagi
jika kalian bergabung bersama kami. Ayo ikut aku.”
Entah bagaimana caranya,
tiba-tiba mereka sudah berada di aula gereja setan. Valentina, Luna dan Irene
sangat takut dan kebingungan. Mereka belum pernah berhadapan dengan kekuatan
sebesar ini.
Gereja setan, dialtarnya ada
salib terbalik dan ada meja persembahan yang dilapisi kain hitam didepannya. Di
lantainya ada lambang bintang terbalik yang di lingkari, ya bintang terbalik
ini terlihat seperti kepala kambing lambang kegelapan.
Valentina, Luna dan Irene tepat
berada di lingkaran bintang terbalik itu. ”Kenapa Bu Frederika membawa kami ke
mari? Ibu nggak nanya kita dulu.” Kata Irene dengan tegas dan berani.
“Kalian mau bergabung, atau
kalian akan mendapat ganjaran?” lanjut Frederika. “Jika kalian bergabung,
celupkan darah kalian pada cawan emas yang ada diatas meja persembahan itu. Kemudian
kalian akan menjadi sangat kuat lebih dari yang sekarang, hidup selamanya dan
tak merasakan kematian, dan kalian akan kaya. Penawaran yang sempurna.”
“Maaf ya Bu, gue gak sudi jadi
abdi setan. Rendah banget hidup gue kalau jadi abdi setan.” jawab Valentina lancang.
Tiba-tiba, Frederika mengeluarkan
pedang dan menebas leher Valentina sampai putus. Darahnya tersembur
kemana-mana. Luna dan Irene kaget dan tidak dapat berkata apa-apa. Ya, tepat di
depan mata mereka sahabat yang dicinta tewas mengenaskan.
“Itulah yang akan terjadi jika
kalian menolak. Tapi kalau kalian bergabung, hadiah yang kalian dapatkan. Tidak
ada kerugian, yang ada hanyalah keuntungan.” Lanjut Frederica sambil menjilat
darah Valentina yang tertinggal dipedangnya.
“Gue ikut.” Luna pun meneteskan
darahnya ke cawan itu. Kemudian dia berdiri disamping Frederica, dan tersenyum
untuk apa yang sudah dia pilih.
Irene bimbang, dan disatu sisi
dia tidak mau mati. Tapi dia tidak mau jadi pengikut setan. Pilihan Luna juga
membuatnya sedikit terpengaruh. Sesekali dia coba melangkah kea rah cawan itu,
namun langkahnya terhenti lagi.
“Non jangan ragu Non, ikut saja.”
Sambung Sri.
Sejenak Irene terdiam. “Gue… Gue… nggak mau! Mendingan gue mati!” Irene
mengeuarkan belati di sakunya dan meusuk lehernya sendiri. Tragis, seketika dia
pun tewas.
“Sungguh malang teman-temanmu
Luna. Dan untuk mu selamat datang. Pilihanmu sungguh amat tepat sayang.” kata Frederika.
Kemudian sosok malaikat bersayap
hitam dan sangat elok parasnya turun ke dalam gereja setan itu dan menyambut
Luna, “Welcome permaisuriku.”
-SELESAI-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar