Music

Kamis, 23 Juli 2020

Gejolak Jiwa

  
Hari ini tak seperti biasanya, Mira terlihat murung. Keceriaannya yang biasa disaksikan teman-temannya seolah tidak pernah ada. Ia menjadi sosok yang berbeda hari ini. Tatapan matanya terlihat kosong, bibirnya pucat.

Pagi itu ia mulai memasuki lingkungan sekolahnya, melewati gerbang, mading, dan perlahan masuk ke ruang kelasnya. Ia datang awal pagi itu, sehingga belum ada yang datang saat Ia memasuki ruangan.

Mira berhenti sejenak tepat di pintu kelas. Entah apa yang terjadi air matanya jatuh tak terbendung. Ia berusaha untuk lari, namun kakinya menjadi kaku tak menurut dengan kehendanya. Ia terduduk di lantai dan tangisannya pecah dan terdengar makin keras. 

Ia mencoba kendalikan emosi dan mulai berhenti menangis. Perlahan ia cona bangkit dan berusaha menuju mejanya. Matanya bengkak. Ya, Mira sudah menangis semalaman.

Usai jam sekolah Mira seperti biasa pulang dengan berjalan kaki. Ia melewati jembatan merah yang biasa Ia lalui, melewati taman, toko kue langganannya, namun saat ia tiba di pertigaan jalan menuju rumahnya, ia terdiam. Raut wajahnya menunjukkan ketakutan, fokusnya mulai hilang, pandangannya tak terarah.

Hati dan emosinya kembali bergejolak, Mira terlihat menahan amarah dan tangis yang menjadi satu. Ia berlari dari tempat ia berpijak, menjauh dari rumahnya.

Air matanya jatuh setetes demi setetes, hingga akhirnya tak terbendung lagi. Ia tak tahan, dadanya terasa sesak. Beberapa kali iya memukul-mukul dadanya, seolah menandakan ia mohon agar dadanya tidak merasakan sesak.

Ia terduduk di bangku trotoar tepat di bawah pohon yang rindang. Angin yang berhembus menggugurkan dedaunan pohon itu. Bunyi mesin kendaraan-kendaraan di jalanan, klakson kendaran yang dibunyikan bergantian, menemaniya duduk disana. 

Sejenak Mira melayangkan pandangannya. Dan Ia melihat gereja. Ia bangkit dari duduknya, dan berjalan menuju gereja itu.

Mira duduk di kursi tengah aula gereja. Ia terdiam sesat. Ya, air matanya kembali menetes. Di biarkannya air matanya menetes tanpa menghapusnya. Ia terus menangis, ya tanpa suara dia terus menangis. Matanya terus mengeluarkan air mata, dan ia hanya bisa menatap salib di depan aula gereja.

Mira mulai membuka dompetnya. Ia mengeluarkan foto kenangan yang ia simpan di dompetnya. Foto itu adalah foto ia, ayah dan ibunya. Air matanya yang berjatuhan membasahi foto itu.

Dengan hancur hati Mira datang kepada Tuhan melalui doanya dengan penuh tangisan,

“Tuhan, aku bersyukur untuk kebahagiaan yang ku rasakan selama ini dalam keluargaku. Kebahagian utuh sebagai keluarga kecil. Terimakasih untuk mama papa yang Engkau tempatkan di sisiku. Mereka yang selalu ada saat hari ulang tahunku, menemaniku bermain ketika aku kecil, menyuapi ku saat aku sakit. Tuhan ku mohon, janganlah kira kebahagiaan ini berlalu Tuhan. Ku mohon, jangan ambil kebahagiaan ini. Tuhan, terlalu banyakkah aku meminta?”

Ya, semalam Mira menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya. Hal yang tidak pernah ia lihat dan tak pernah terbersit di dalam pikirannya. Sosok ayah yang ia kenal baik hati berselingkuh, dan hal yang mengejutkan ternyata Mira sudah mempunyai adik dari hasil perselingkuhan ayahnya.

Mira takut apa yang akan terjadi nanti padanya dan ibunya. Ia merasa semua ini tidak adil. Tapi apa boleh buat, inilah yang terjadi.

“Mengapa anak selalu menjadi korban dari keserakahan orang tua? Apa yang kurang dari ibuku? Sehebat apakah selingkuhan ayahku? Dan bagaimana perasaan adik ku saat kelak ia tumbuh dewasa? Tidakkah hatinya hancur saat ia tau ibunya pelakor?” lanjut Mira dalam doanya.

-SELESAI-

Tidak ada komentar:

SESUATU DI COTTAGE #4 (FINAL) - HILANG

Tak berdaya Tata hanya bisa pasrah. Dia tidak tau akan dibawa kemana. Tangisnya pecah hingga suara tangisnya pun tak bisa terdengar lagi. Ai...