Music

Minggu, 04 September 2016

Maria dan Tante Jahat




Tinggal di rumah orang lain memanglah tidak seindah tinggal di rumah sendiri. Sesusah-susahnya hidup di rumah sendiri, tetap lebih nikmat walau pun hidup di rumah yang bak istana namun bukan rumah kita.

Banyak orang bilang, rumah sanak saudara adalah tempat yang aman bila seorang anak akan mulai merantau. Hal ini benar, namun tidaklah seratus persen benar. Hal inilah yang dialami oleh Maria.

Maria adalah seorang gadis yang besar di Pulau Nias Sumatera Utara. Pamannya yang berada di Jakarta menawari Maria untuk melanjutkan SMA di Jakarta, dan pamannya bersedia mencukupi semua kebutuhan Maria selama di Jakarta. Permintaan sang paman pun disanggupi oleh kedua orang tua Maria dan Maria sendiri.

Yasona yakni paman Maria memiliki satu orang anak dan seorang istri. Alasannya meminta Maria sekolah di Jakarta adalah untuk menemani anaknya yang tidak memiliki saudara dan tidak memiliki teman bermain saat di rumah.

Tahun ajaran baru pun tiba, bersama ibunya Maria datang ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA. Kedatangan mereka pun disambut hangat oleh Yasona dan keluarga. "Ya'ahowu (salam dalam bahasa Nias)! Selamat datang di rumah paman. Beginilah keadaan kami disini." kata Yasona dengan aman.

Rumah Yasona begitu megah. Berbeda dengan rumahnya di kampung yang biasa-biasa saja. Maria pun sangat senang saat mengetahui kamar tidurnya yang begitu bagus. Sepertinya Yasona mempersiapkan semuanya dengan baik. "Maria, ini kamar kamu ya. Semoga kamu betah tinggal disini." kata Yasona.

"Jesica, ayo kenalan dengan Maria." kata Yasona, meminta anaknya berkenalan dengan Maria.

Selang beberapa hari ibu Maria harus kembali ke Nias. Maria dan ibunya terlihat sangat sedih karena harus berpisah. "Maria, kamu baik-baik ya sekolah dan tinggal di Jakarta nak. Doa mama selalu menyertai kamu." kata ibu Maria.

Hari-hari Maria di Jakarta pun di mulai. Rumah Yasona tidak ada pembantu dan semua pekerjaan di rumah dikerjakan bersama-bersama dengan anak dan istrinya. Maria disana pun membantu semampunya untuk melakukan pekerjaan rumah.

Hari demi hari berlalu, Hilda istri Yasonan semakin keenakan menyuruh-nyuruh Maria begitu halnya pula dengan Jesica. Tanpa mereka sadari mereka telah memperlakukan Maria seperti pembantu. Saat ini hampir semua pekerjaan rumah dikerjakan oleh Maria. Yasona yang sering melakukan pekerjaan di luar kota dan jarang berada di rumah tidak mengetahui hal ini.

Suatu saat Hilda membangunkan Maria subuh-subuh. Ia menyuruh Maria untuk membersihkan rumah, menyuci pakaian, dan menyiapkan sarapan sebelum pergi kesekolah. "Tante, hari ini aku ujian. Bisa nggak kalau aku pake waktu subuh ini untuk belajar. Nanti siap sekolah aku kerjakan. Karena ujian kami pulang cepat." kata Maria dengan penuh kelembutan. "Emangmya semalam kamu nggak belajar? Pagi ini saya ada tamu! Tamu om kamu juga! Kamu mau bikin malu om mu?" kata Hilda dengan nada penuh emosi. "Pokoknya kalau belum bersih jangan kamu ke sekolah! Kami yang bayar uang sekolahmu! Jadi kamu mau lulus ujian atau nggak, biayanya tetap dari kami!" lanjut Hilda.

Di sekolah, saat ujian Maria tidak bisa berkonsentrasi. Dia kelelahan karena harus membersihkan rumah, mencuci pakaian, menyiapkan sarapan, mencuci piring, dan menyetrika pakaian Jesica dan Hilda. Tapi dia tetap berusaha mengerjakan ujiannya dengan baik.

Saat istirahat seoranf teman bertanya pada Jesica, "Jes, kok aku liat si Maria makin kurus ya kalau dibandingin saat pertama kali masuk sekolah? Kalian nggak kasi dia makan ya?". Jesica tampak kaget dengan pertanyaan temannya itu. Dia juga baru kepikiran kalau Maria memang semakin kurus. "Enak aja, dia makannya banyak kok! Mungkin badannya aja yang nggak nerima makanannya!" jawab Jesica terbata-bata.

"Kring.... Kring.... Kring...." HP Maria berbunyi.

"Halo Ma..."kata Maria saat menjawab panggilan dari ibunya.

"Sedang dimana nak?"

"Ini ma, sedang belajar dikamar." Maria berbohong. Padahal malam ini dia sedang menyetrika pakaian Jesica dan Hilda yang sangat banyak.

"Gimaa ujian mu nak? Lancar? Sampai kapan ujiannya?"

"Puji Tuhan ma, lancar. Sampe lima hari lagi kami ujian ma."

"Maria, kenapa mama lihat badanmu sekarang semakin kurus? Apa kamu nggak betah disana? Kalau nggak betah pulang aja kembali ke Nias!"

"Nggak kok ma. Aku cuma diet. Aku betah kok disini. Pokoknya mama jaga kesehatan ya. Udah dulu ya ma, aku mau belajar." Maria mematikan telpon ibunya. Dia pun menangis. Dia sesungguhnya sudah tidak betah lagi di Jakarta.

"Jesica kesini dulu!" teriak Hilda dari kamarnya.

Tak lama Maria pun datang. Tanpa basa basi, Hilda langsung marah-marah tak jelas. "Mama mu yang telpon tadi ya? Apa kau bilang? Pasti kau jelek-jelekan aku kan! Memang nggak tau terimakasih kamu ini!" Hilda menjitak kepala Maria setelah mengakhiri perkataannta.

Maria pun menangis. Dia menyesali keberadaannya sekarang. "Tuhan, kenapa nasibku begini? Lebih baik aku tidak usah datang ke Jakarta dulu." kata Maria sambil menangis.

Jesica yang tidak senang mendengar Maria menangis langsung memarahinya, "Nangis aja kerjamu terus. Tiap malam nangis. Tiap disuru nangis! Asal tau ya kamu, uang bapakku uda habis sekolah kan kamu! Jadi wajar sajalah kalau kami suruh kau sedikit!".

"Kenapa jahat kali kalian! Kalian buat aku kaya pembantu! Mau belajar saja aku susah! Mau main sama temanku nggak bisa!" balas Maria.

Hilda yang mendengar hal itu langsung datang dari kamarnya. Dia langsung memaki dan menampar Maria.

Maria semakin menangis histeris. Dia sudah tidak tahan lagi. Dia meluapkan semua isi hatinya. "Ku adukan kalian sama Bapakku! Liatlah kalian! Asalkan kalian tau, orang tuaku bukan orang susah di kampung!"kata Maria dengan penuh air mata. "Diam kau!" Hilda menampar maria sekali lagi.

Tak puas dengan memukul Maria, Hilda membanting HP Maria sampai pecah. "Sudahlah Ma! Ngapain kita urus dia lagi!" kata Jesica.

Besoknya Maria curhat kepada teman dekatnya di sekolah. Dengan penuh air mata dia cerita. Sesekali dia tak kuat menahan tangis saat bercerita. Dia juga mengadu kepada orang tuanya dengan meminjam HP temannya itu.

Tak lama Lukas abangnya Maria datang menjemput. Abangnya terkejut saat menjemput dia sedang melihat adiknya mencabut rumput di halaman sedangkan Jesica dan Hilda sedang bersantai menikmati cemilan.

Lukas langsung membawa Maria tanpa basa-basi kepada Hilda dan Jesica. Sementara sambil mengurus berkas pindah sekolah Maria, mereka menginap di hotel berbintang untuk menunjukkan kepada Jesica dan Hilda bahwa mereka bukan orang susah.

Yasona yang mendengar hal itu maeah kepada Hilda, dan hanya bisa meminta maaf kepada Lukas, Maria dan kedua orang tua mereka.

"Maria, om minta maaf. Karena tidak bisa menepati janji om untuk menjaga kamu. Lukas, sampaikan juga permintaan maaf om kepada mama papa kalian di kampung. Tolong maafkan juga tante dan Jesica." kata Yasona dengan tulus setelah sampai di bandara untuk mengantar Maria dan Lukas.

"Om, aku nggak pernah marah sama om. Tante dan Jesis udah aku maafin." kata Maria.

Maria dan Lukas pun pamit. Mereka memeluk dan mencium tangan paman mereka. Walau apa yang telah terjadi, mereka masih mau memaafkan dan tetap menghargai paman mereka.

Selesai

Tidak ada komentar:

SESUATU DI COTTAGE #4 (FINAL) - HILANG

Tak berdaya Tata hanya bisa pasrah. Dia tidak tau akan dibawa kemana. Tangisnya pecah hingga suara tangisnya pun tak bisa terdengar lagi. Ai...